TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan
oleh (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus II
(HSV-II) dalam wanita hamil. TORCH merupakan singkatan dari Toxoplasma gondii
(toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) and other
diseases. Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas)
baik pada wanita maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan.
Infeksi TORCH bersama dengan paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat
mengakibatkan kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul
akibat TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata,
kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik,
hidrosepalus, dan lain sebagainya.
TORCH tidak hanya berkaitan dengan masalah kehamilan saja. TORCH
juga bisa meyerang orang tua, anak muda, dari berbagai kalangan, usia, dan
jenis kelamin. TORCH bisa menyerang otak (timbul gejala sering sakit kepala
misalnya), menyebabkan sering timbul radang tenggorokan, flu berkepanjangan,
sakit pada otot, persendian, pinggang, sakit pada kaki, lambung, mata, dan
sebagainya.
Diagnosis dilakukan dengan tes ELISA. Ditemukan bahwa antibodi
IgM menunjukkan hasil positif 40 (10.52%) untuk toksoplasma, 102 (26.8%) untuk
Rubella, 32 (8.42%) untuk CMV dan 14 (3.6%) untuk HSV-II. Antibodi IgG
menunjukkan hasil positif 160 (42.10%) untuk Toxoplasma, 233 (61.3%) untuk
Rubella, 346 (91.05%) untuk CMV dan 145 (33.58%) untuk HSV-II.
Inilah infeksi TORCH yang
mengancam Ibu Hamil :
§ Toksoplasmosis Infeksi
ini ditularkan oleh parasit (protozoan
parasite Toxoplasma gondii). Infeksi ditularkan dari hewan bertubuh
panas kepada manusia. parasit ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui
makanan.Sumbernya terutama adalah daging yang tidak dimasak matang atau sayuran
mentah. Tangan yang tercemar toksoplasma juga bisa menjadi media penularan jika
kita tidak mencuci tangan sebelum makan Pada kasus infeksi maternal primer yang
terjadi pada kehamilan, parasit bisa ditularkan dari plasenta dan menyebabkan
cacat pada janin berupa gangguan penglihatan atau keguguran spontan, meski
prosentasenya kecil.Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut
Toxoplasma gondi. Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai
gejala yang spesipik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksiToxoplasma yang disertai
gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam,
dan umumnya tidak menimbulkan masalah.Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi
saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu
(misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat
penekan respon imun). Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang
dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau
bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat
muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan atelinga, retardasi mental,
kejang-kejang dn ensefalitis.Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar
ditentukan karena gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan
gejala (sub klinik). Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak
diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim
dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas
Anti-Toxoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang
diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila
hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma,
selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.
§ Infeksi rubelaInfeksi ini juga dikenal
dengan campak Jerman dan sering diderita anak-anak. Rubela yang dialami pada
tri semester pertama kehamilan 90 persennya menyebabkan kebutaan, tuli,
kelainan jantung, keterbelakangan mental, bahkan keguguran. Ibu hamil
disarankan untuk tidak berdekatan dengan orang yang sedang sakit campak Jerman.
Untuk mencegahnya, kaum wanita disarankan untuk melakukan vaksinasi rubela.
Perlindungannya mencapai 100 persen.Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut,
ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan
oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella
berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan
pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka risiko
terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi trimester pertama
maka risikonya menjadi 25%. Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat
bervariasi untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali,
terutama apabila ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi
Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan
laboratorium.Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella
IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki
kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM
terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18
minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.
§ Cytomegalovirus (CMV) CMV
merupakan keluarga virus herpes. Infeksi CMV disebabkan oleh virus
Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti
halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam
tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin
bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang
hamil. Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko
tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran
otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Pemeriksaan laboratorium
sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana
infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang
silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.Virus ini ditularkan melalui
kontak seksual atau selama kehamilan. Akibat infeksi ini bisa fatal karena
menyebabkan cacat bawaan pada janin. Belum ada pengobatan yang bisa mencegah
infeksi virus ini.
§ Herpes simplex Virus herpes terdiri dari
2 jenis, yaitu herpes simplex 1 (HSV-1) dan herpes simplex virus 2 (HSV 2).
Penularan biasanya terjadi pada kontak seksual pada orang dewasa. HSV 1 juga
bisa ditularkan melalui kontak sosial pada masa anak-anak. Prevelansi HSV 2
lebih tinggi pada kelompok HIV positif dan mereka yang melakukan hubungan seks
tanpa kondom. Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus
Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syarafotonom.Bayi yang dilahirkan dari ibu
yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal ini
tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi
yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus) Pemeriksaan
laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi
secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah
bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.
Infeksi TORCH merupakan gangguan pada kehamilan yang bisa
membahayakan janin. Jika infeksi ini diketahui di awal masa kehamilan, risiko
penularan dari ibu pada janin bisa dikurangi sehingga cacat bawaan bisa
dicegah.
TORCH (toksoplasma, rubela, cytomegalovirus/CMV, dan herpes
simplex) adalah sekolompok infeksi yang dapat ditularkan dari ibu
hamil kepada bayinya. Infeksi ini biasanya tidak bergejala, satu-satunya cara
untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes serum darah. Infeksi TORCH
dapat menyebabkan 5-10 persen keguguran dan cacat bawaan pada janin yang
meliputi gangguan pendengaran, retardasi mental serta kebutaan. Sebagian besar
cacat itu bisa dicegah dengan melakukan skrining TORCH di trimester pertama
kehamilan. Jika hasilnya negatif, para ibu bisa diberi edukasi pentingnya
menjaga kebersihan diri. Namun jika hasilnya positif, dokter bisa memberikan
pengobatan untuk menurunkan risiko transmisi dari ibu ke janin.
Di Indonesia, dari 54.000 kehamilan yang terinfeksi toksoplasma
70 persennya memiliki antibodi. Sementara itu, 60 persen wanita memiliki
antibodi terhadap virus herpes simplex. Kendati demikian, 50-85 persen ibu
hamil yang terinfeksi rubela di trimester pertama kehamilan janinnya beresiko
tinggi mengalami cacat organ.
Pada 10.000 ibu hamil yang hasil skriningnya positif TORCH,
hanya 10 saja yang hasil diagnostiknya juga positif. Karena itu, skrining TORCH
masih diperdebatkan keakuratannya. Skrining prenatal hanya disarankan untuk
mereka yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, misalnya ibu yang
terinfeksi HIV. Untuk memberikan pengobatan pun standarnya adalah hasil
diagnostiknya positif.
Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan cara pengambilan sedikit
air ketuban untuk diperiksa di laboratorium. Hasilnya jauh lebih akurat
dibanding dengan skrining berupa pengambilan darah. Jika hasil skrining positif
baru disarankan untuk melakukan diagnostik tes sebelum diberikan pengobatan.
Saat ini, pemeriksaan TORCH masih tergolong mahal untuk kebanyakan masyarakat.
Akan tetapi, tindakan preventif jauh lebih murah daripada kuratif.
PEMERIKSAA TORCH SAAT
HAMIL
Pemeriksaan TORCH adalah
pemeriksaan yang bertujuan untuk mendeteksi infeksi TORCH, yang disebabkan oleh
parasit TOxoplasma,
virus Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan virus Herpes. Cara mengetahui infeksi TORCH adalah
dengan mendeteksi adanya antibodi dalam darah pasien, yaitu dengan pemeriksaan
:
§ Anti-Toxoplasma
IgM dan Anti-Toxoplasma IgG (untuk mendeteksi infeksi Toxoplasma)
§ Anti-Rubella
IgM dan Anti-Rubella IgG (Untuk mendeteksi infeksi Rubella)
§ Anti-CMV
IgM dan Anti-CMV IgG (untuk mendeteksi infeksi Cytomegalovirus)
§ Anti-HSV2
IgM dan Anti-HSV2 IgG (untuk mendeteksi infeksi virus Herpes)
Infeksi toksoplasma dan CMV dapat dapat bersifat laten tetapi
yang berbahaya adalah infeksi primer (infeksi yang baru pertama terjadi di saat
kehamilan, terutama pada trimester pertama). Jadi, bila hasil pemeriksaan (yang
dilakukan saat hamil) positif maka perlu dilihat lebih lanjut apakah infeksi
baru terjadi atau telah lama berlangsung. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan
:
§ Aviditas
Anti-Toxoplasma IgG
§ Aviditas
Anti-CMV IgG
Dampak Infeksi TORCH pada
Janin dan bayi
Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapat menyebabkan
keguguran, bayi lahir prematur, dan dapat juga menyebabkan kelainan pada janin
yang dikandungnya. Kelainan yang muncul dapat bersifat ringan atau berat,
kadang-kadang baru timbul gejala setelah remaja.
Kelainan yang muncul
dapat berupa :
§ kerusakan
mata (radang mata)
§ kerusakan
telinga (tuli)
§ kerusakan
jantung
§ gangguan
pertumbuhan
§ gangguan
saraf pusat
§ kerusakan
otak (radang otak)
§ keterbelakangan
mental
§ pembesaran
hati dan limpa
Pada umumnya, infeksi TORCH
yang terjadi pada ibu hamil tidak bergejala sehingga untuk mendiagnosis adanya
infeksi TORCH diperlukan pemeriksaan laboratorium
Indikasi pemeriksaan
TORCH :
§ Wanita
yang akan hamil atau merencanakan segera hamil
§ Wanita
yang baru/sedang hamil bila hasil sebelumnya negatif atau belum diperiksa,
idealnya dipantau setiap 3 bulan sekali
§ Bayi
baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil
PANEL TORCH
§ Anti-Toxoplasma
IgM
§ Anti-Toxoplasma
IgG
§ Anti-Rubella
IgM
§ Anti-Rubella
IgG
§ Anti-CMV
IgM
§ Anti-CMV
IgG
§ Anti
HSV2 IgM
§ Anti
HSV2 IgG
Interprestasi Hasil
Laboratorium TORCH
§ Pemeriksaan toxoplasma Sebagian
besar kasus infeksi toksoplasmosis tidak menunjukkan gejala klinik.
Satu-satunya cara untuk menentukan apakah seorang ibu terinfeksi atau tidak
adalah dengan pemeriksaan serum darah yang akan menunjukkan ada tidaknya
parasit bernama Toxoplasma gondii.
§ IgM (Immunoglobulin M) dan IgG (Immunoglobulin G). Pada dasarnya, tubuh akan bereaksi terhadap setiap kuman yang
masuk dan menyebabkan infeksi dengan membentuk sistem pertahanan spesifik. Pada
waktu pertama kali terinfeksi (infeksi primer), tubuh manusia akan membentuk
senyawa protein IgM (Immunoglobulin M)
sebagai reaksi terhadap masuknya mahluk asing ke dalam tubuh. Senyawa protein
ini dalam waktu relatif singkat langsung terbentuk begitu tubuh terkena
infeksi. Antibodi IgM akan muncul di minggu pertama terjadinya infeksi,
mencapai puncak pada satu bulan, kemudian mengalami penurunan. Pada beberapa
individu, IgM dapat tetap terdeteksi beberapa tahun setelah infeksi primer.
Namun, secara perlahan-lahan, IgM ini akan menghilang dalam waktu 1-24 bulan kemudian
dan bisa timbul lagi bila yang bersangkutan terinfeksi kembali.
§ Kira-kira
4 minggu setelah terjadinya infeksi primer akan terbentuk pula IgG (Immunoglobulin G) yang merupakan suatu
zat penangkis atau kekebalan tubuh. IgG ini juga merupakan protein dengan berat
molekul besar. Adanya IgG menunjukkan bahwa dalam tubuh telah terbentuk
kekebalan. Jadi, bila titer/angkanya positif berarti tubuh telah membentuk
kekebalan terhadap mahluk penyebab infeksi. Secara teoretis IgG ini akan
menetap di dalam tubuh. Hanya, kadarnya dapat naik atau turun sesuai kondisi
kesehatan seseorang. Namun, pada kebanyakan kasus, IgG terus naik dan IgM
menetap. IgG dan IgM yang positif menunjukkan adanya infeksi primer. Hal ini
perlu pengobatan dan evaluasi, baik pada ibu maupun bayinya. Bila IgM positif
sedangkan IgG negatif berarti menunjukkan adanya infeksi baru. Jika pada
pemeriksaan ulang hasil IgM kemudian menjadi negatif, berarti IgM yang
terdeteksi semula tidak spesifik. Antibodi IgG yang muncul beberapa minggu
setelah respons IgM akan mencapai maksimum 6 bulan kemudian. Angka yang tinggi
dapat bertahan selama beberapa tahun, tetapi akhirnya terjadi penurunan sedikit
demi sedikit, menghasilkan kadar yang rendah dan stabil yang mungkin bertahan
seumur hidup. Jadi, ibu yang pernah terinfeksi toksoplasmosis di masa lalu,
titer IgG-nya tidak pernah nol ataupun negatif.
§ Dugaan
terhadap infeksi TORCH biasanya memang dibuktikan melalui pemeriksaan darah
dengan pengukuran titer IgG, IgM, atau sekaligus keduanya. Kalau IgM dapat terdeteksi
sekitar seminggu setelah infeksi akut dan menetap selama beberapa minggu atau
bulan, IgG bisa saja tidak muncul sampai beberapa minggu kemudian setelah angka
IgM meningkat.
§ Bila
diduga terinfeksi tetapi nyatanya IgM negatif, maka pemeriksaan laboratorium
harus diulang 4 minggu dari tanggal pertama kali dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Ini penting dilakukan untuk memastikan adanya infeksi ataupun
tidak. Bila pada pemeriksaan ulang IgM tetap negatif, namun titer IgG
memperlihatkan kenaikan sebanyak 4 kali, kemungkinan yang bersangkutan memang
sedang terinfeksi. Adapun bila terjadi perubahan titer dari IgM negatif menjadi
positif, kemungkinan yang bersangkutan tengah terinfeksi kembali.
§ Pemeriksaan
serologi infeksi TORCH masih harus dibuktikan dengan pemeriksaan lanjutan,
seperti biakan kuman dan pemeriksaan cairan amnion. Sayangnya, di Indonesia
belum bisa dilakukan pemeriksaan biakan virus sehingga diagnosis adanya infeksi
TORCH hanya berdasarkan hasil laboratorium yang belum tentu benar. Seringkali
akurasinya diragukan atau perlu pemeriksaan ulang ke laboratorium berbeda
karena sangat mungkin pemeriksaan di satu laboratorium berbeda dengan hasil di
laboratorium lain. Perbedaan itu sendiri bisa karena faktor mesinnya, bisa pula
akibat penurunan atau peningkatan titer IgG dan IgM sesuai kondisi terkini si
pasien.
§ Bila
pada pemeriksaan ulang 4-6 minggu kemudian IgG tidak naik secara bermakna atau
tidak terdapat IgM dengan nilai positif, Anda bisa menarik napas lega karena
itu artinya Anda tidak perlu mendapat pengobatan. Akan lebih baik lagi bila
pemeriksaan ulang tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan aviditas IgG untuk
memastikan apakah janin juga terinfeksi atau tidak. Aviditas IgG yang rendah
menunjukkan adanya infeksi baru, sementara aviditas IgG yang tinggi merupakan
pertanda adanya kekebalan lampau.
0 comments
Post a Comment