Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah
merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per
100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan
pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa
dan pemikiran fisik yang teliti, serta asi didukung oleh pemeriksaan
laboratorium.
Anti anemia merupakan suatu senyawa baik sintesis maupun alamiah yang bekerja untuk meningkatkan pasokan oksigen dalam darah baik dengan meningkatkan volume plasma darah ataupun dengan meningkatkan proses pembentukan SDM.
Anti anemia merupakan suatu senyawa baik sintesis maupun alamiah yang bekerja untuk meningkatkan pasokan oksigen dalam darah baik dengan meningkatkan volume plasma darah ataupun dengan meningkatkan proses pembentukan SDM.
B. Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat
menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih
sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30%
atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder
hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam
waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme
kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik,
kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah
pengiriman O2
ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari
sela-sela jaringan, dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy,
1978 ).
C. Etiologi
1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali.
Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan
masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana
mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada
umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang
menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis
protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2. Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh
faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan
dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia
jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang
usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala
atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan
kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena
perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi.
Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung
disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan
kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan
tranfusi.
4. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan
bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya
tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap
SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
D.Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:
1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
2. sakit kepala, dan mudah marah
3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4. pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok
dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman
serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan
indeks pucat yang dapat diandalkanWarna kuku, telapak tangan, dan membran
mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai
kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh
kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah
jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua
dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada
anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang
kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung
yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah
waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman
O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat
menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia
yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan
dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea,
konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
E.Klasifikasi anemia
Anemia dapat diidentifikasikan menurut morfologi sel darah merah
serta indeks-indeksnya dan menurut etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut
morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya terbagi menjadi :
a. Menurut ukuran sel darah merah
Anemia normositik (ukuran sel darah merah normal), anemia
mikrositik (ukuran sel darah merah kecil) dan anemia makrositik (ukuran sel
darah merah besar).
b. Menurut kandungan dan warna hemoglobin
Anemia normokromik (warna hemoglobin normal), anemia hipokromik
(kandungan dan warna hemoglobin menurun) dan anemia hiperkromik (kandungan dan
warna hemoglobin meningkat).
v Anemia
Normositik Normokrom.
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita
anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis,
penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan
sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
v Anemia
Makrositik Normokrom.
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari
normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini
diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti
yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi
pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme
sel.
v Anemia
Mikrositik Hipokrom.
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan
sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin,
seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut
etiologinya secara garis besar adalah berdasarkan defek produksi sel darah
merah (anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel darah merah (anemia
hemolitika).
a. Anemia Hipoproliferatifa
Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang normal,
tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel yang adekuat jadi
jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh kerusakan
sumsum tulang akibat obat dan zat kimia atau mungkin karena kekurangan
hemopoetin, besi, vitamin B12 atau asam folat. Anemia hipoproliferatifa
ditemukan pada :
1) Anemia aplastik
Pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang, sehingga
menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Anemia
aplastik sifatnya kongenital dan idiopatik.
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi
(ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene
yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen
darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan
antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga
menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia
aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan
tranfusi darah yang periodik.
2) Anemia pada penyakit ginjal
Secara umum terjadi pada klien dengan nitrogen urea darah yang
lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun sampai 20 sampai 30 %. Anemia ini
disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi
eritropoetin.
3) Anemia pada penyakit kronik
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia
jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang
normal). Apabila disertai dengan penurunan kadar besi dalam serum atau saturasi
transferin, anemia akan berbentuk hipokrom mikrositik. Kelainan ini meliputi
arthritis reumatoid, abses paru, osteomielitis, tuberkulosis dan berbagai
keganasan.
4) Anemia defisiensi-besi
Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai
anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis
hemoglobin.
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh
total turun dibawah tingkat normal dan merupakan sebab anemia tersering pada
setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 -
5 gram besi, tergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya.
Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah perdarahan
pada penyakit tertentu (misalnya : ulkus, gastritis, tumor pada saluran
pencernaan), malabsorbsi dan pada wanita premenopause (menorhagia). Menurut
Pagana (1995), pada anemia defisiensi besi, volume corpuscular rata-rata(Mean
Corpuscular Volume atau MCV), microcytic Red Blood Cells dan hemoglobin
corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular Haemoglobine atau MCH) menurun.
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan
menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat
perdarahan aktif yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid;
perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau
individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis
besar.
5) Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam
folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan mikrositik sel darah
merah. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disebut anemia
pernisiosa. Tidak adanya faktor instrinsik pada sel mukosa lambung yang
mencegah ileum dalam penyerapan vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang diberikan
melalui oral tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh sedangkan yang kita tahu vitamin
B12 sangat penting untuk sintesadeoxyribonucle ic acid (DNA).
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa terjadi
pada klien yang jarang makan sayur-mayur, buah mentah, masukan makanan yang
rendah vitamin, peminum alkohol atau penderita malnutrisi kronis.
Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan
malnutrisi, pecandu alkohol atau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi
peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini
juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme.
Pengobatan anemia megaloblastik bergantung pada identifikasi dan
menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi
diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12.
b. Anemia Hemolitika
Pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek.
Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian dengan memproduksi sel
darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan kecepatan normal. Ada dua
macam anemia hemolitika, yaitu
1. Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan) Merupakan
suatu anemia hemolitika dengan sel darah merah kecil dan splenomegali.
2. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya
defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel
sabit adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia hemolitik herediter
resesif. Anemia sel sabit dikarenakan oklusi vaskuler dalam kapiler yang
disebabkan oleh Red Blood Cells Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah
yang cepat (hemolisis).
Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak sempurna
menjadi cacat kaku dan berbentuk bulan sabit ketika bersirkulasi melalui vena.
Sel-sel tersebut macet di pembuluh darah kecil dan memperlambat sirkulasi darah
ke organ-organ tubuh. RBCs berbentuk bulan sabit hanya hidup selama 15-21 hari.
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Anti
anemia adalah suatu senyawa baik sintesis maupun alamiah yang bekerja untuk
meningkatkan pasokan oksigen dalam darah baik dengan meningkatkan volume plasma
darah ataupun dengan meningkatkan proses pembentukan SDM.
F.Macam-macam Obat Anti Anemia
Seperti halnya penyakit lain, pengobatan anemia juga harus
ditujukan pada penyebab terjadinya anemia. Misalnya anemia yang disebabkan oleh
perdarahan pada usus maka perdarahan itu harus kita hentikan untuk mencegah
berlanjutnya anemia. Jika memang diperlukan, operasi dapat dilakukan pada
keadaan tertentu.
Suplemen besi diperlukan pada anemia yang disebabkan oleh karena
kekurangan zat besi. Pemberian suntikan vitamin B12 diperlukan untuk
mengkoreksi anemia pernisiosa. Transfusi darah merupakan pilihan untuk anemia
yang disebabkan oleh perdarahan hebat.
Adapun beberapa obat anemia, diantaranya :
1. TABLET BESI ( fe )
Zat besi merupakan mineral yang di perlukan oleh semua sistem
biologi di dalam tubuh. Besi merupakan unsur esensial untuk sintesis
hemoglobin, sintesis katekolamin, produksi panas dan sebagai komponen
enzim-enzim tertentu yang di perlukan untuk produksi adenosin trifosfat yang
terlibat dalam respirasi sel. Besi di butuhkan untuk produksi hemoglobin ( hb
), sehingga defisiensi fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang
lebih kecil dengan kandungan hb yang rendah dan menimbulkan anemia hipokronik mikrositik.
a.Cara kerja
Distribusi dalam tubuh
Tubuh manusia sehat mengandung ± 3,5 g fe yang hampir seluruhnya
dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Kira-kira 70% dari fe yang
terdapat dalam tubuh merupakan fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan
fe yang nonesensial.
b.Farmakokinetik
Absorpsi
Absorpsi fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di
duodenum dan jejenum proksimal; makin ke distal absorpsinya makin berkurang.
Zat ini lebih mudah di absorpsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel
mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah di absorpsi
akan di ubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk
kedalam plasma dengan perantara transferin, atau si ubah menjadi feritin dan di
simpan dalam sel mukosa usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan
kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak fe di ubah menjadi feritin.
Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka fe yang baru di serap akan
segera di angkut dari sel mukosa ke sum-sum tulang untuk eritropoesis.
Distribusi
Setelah di absorpsi, fe dalam tubuh akan di ikat dalam transferin
( siderofilin ), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian di angkut
ke beberapa jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot fe
Metabolisme
Bila tidak digunakan untuk eritropoesis, fe meningkat suatu
protein yang di sebut apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan terutama
pada sel mukosa usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial ( di hati,
limpa dan sumsum tulang ). Cadangan ini tersedia untuk di gunakan oleh sumsum
tulang dalam proses eritropoesis; 10% di antaranya terdapat dalam labile pool
yang cepat dapat dikerahkan untuk prose ini, sedangkan sisanya baru di gunakan
bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat dalam parenkim jaringan tidak
dapat di gunakan untuk eritropoesis.
Bila fe diberikan IV , cepat sekali di ikat oleh apoferitin (
protein yang membentuk feritin ) dan di simpan terutama di dalam hati.
Sedangkan setelah pemberian per oral terutama akan di simpan di limpa dan
sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam
hati dan limpa. Penimbunan fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat
transfusi darah yang berulang-ulang atau akibat penggunaan preparat fe dalam
jumlah berlebihan yang di ikuti absorpsi yang berlebihan pula.
Eksresi
Jumlah fe yang dieksresi setiap hari sedikit sekali, biasanya
sekitar 0,5-1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit
dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin,
feses, serta kuku dan rambut yang di potong. Pada proteinuria jumlah yang di
keluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada
wanita usia subur dengan siklus haid 26 hari. Jumlah fe yang diekskresikan
sehubungan dengan haid di perkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari.
c.Indikasi
Sediaan fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan
anemia defisiansi fe penggunakan diluar indikasi ini, cenderung menyebabkan
penyakit penimbunan besi dan keracunan besi. Anemia defisiensi fe paling sering
disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu, dapat pula terjadi misalnya pada
wanita hamil ( terutama multipara ) dan pada masa pertumbuhan, karena kebutuhan
yang meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi fe. Sebagai pegangan
untuk diagnostik dalam hal ini ialah, bahwa pada anemia defisiensi fe dapat
terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial
sumsum tulang
d.Efek samping
Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi
terhadap sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah fe yang dapat
larut dan yang diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa
mual dan nyeri lambung (± 7-20% ), konstipasi (± 10% ), diare (± 5% ) dan
kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat di kurangi dengan mengurangi
dosis atau dengan cara ini diabsorpsi dapat berkurang. Perlu diterangkan
kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada pasien.
Pemberian fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat
suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan
lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering
terjadi pada pemakaian IM dibanding IV , selain itu dapat pula terjadi reaksi
sistemik yaitu pada 0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapt terjadi dalam 10 menit
setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis,
takikardia, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi,
pusing dan kolaps sirkulasi, sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam
½-24 jam setelah suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria,
nyeri dada, rasa sakit pada seluruh badan dan ensefalopatia. Reaksi sistemik
ini lebih sering terjadi pada pemberian IV, demikian pula syok atau henti
jantung.
e.Dosis
Sediaan oral besi dalam bentuk fero paling mudah diabsorpsi maka
preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagi garam fero
seperti fero sulfat, fero glikonat, dan fero fumarat. Ketiga preparat ini
umumnya efektif dan tidak mahal. Tidak ada perbedaan absorpsi di antar
garam-garam fe ini. Jika da, mungkin disebabkan oleh perbedaan kelarutannya
dalam asam lambung. Dalam bentuk garam sitrat, tartrat, karbonat, pirofosfat,
ternyata fe sukar diabsorpsi: demikian pula sebagai garam feri ( Fe3+ ).
yang perlu diingat dalam meminum pil atau tablet Fe yaitu :
• Diminum sesudah makan malam atau menjelang tidur
• Hindari minum dengan air teh, kopi dan susu karena dapat
menganggu proses penyerapan.
• Hendaknya meminum dengan vitamin c misalnya dengan air jeruk
• Segera minum pil setelah rasa mual, muntah menghilang.
2. VITAMIN B12 (Sianokobalamin)
a.Indikasi
anemia megaloblastik, pasca pembedahan lambung total dan
pemotongan usus, defisiensi vitamin B12.
b.Farmakokinetik
Absorpsi
Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan
SK . Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah suntikan IM.
Hidroksokobalamin dan koenzim B12 lebih lambat diabsorpsi, agaknya karena
ikatanya yang lebih kuat dengan protein . absorpsi per oral berlangsung lambat
di ileum; kadar puncak di capai 8-12 jam setelah pemnerian 3 mg. Absorpsi ini
berlangsung dengan 2 mekanisme yaitu dengan perantaraan faktor instrinsik
castle (fic) dan absorpsi secara langsung
Distribusi
Setelah di absorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat
dengan protein plasma sebagian besar terikat pada beta-globulin (
transkobalamin II),Sisanya terikat pada alfa-glikoprotein (transkobalamin I)
dan inter-alfa-glikoprotein ( transkobalamin III) vitamin B12 Yyang terikat
pada transkobalamin II akan di angkut ke berbagai jaringan, terutam hati yang
merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90% ). Kadar normal vitamin
B12 dalam plasma adalah 200-900 pg ml dengan simpanan sebanyak 1-10 mg dalam
hepar.
Metabolisme & Ekskresi
Baik sianokobalamin maupun hidrosokobalamin dalam jaringan dan
darah terikat oleh protein . seperti halnya koenzim B12, ikatan dengan
hidroksokobalamin lebih kuat sehingga sukar diekskresi melalui urin. Di dalam
hati ke dua kobalamin tersebut akan di ubah menjadi koenzim B12. Pengurangan
jumlah kobalamin dalam tubuh di sebabkan oleh ekskresi melalui saluran empedu;
sebanyak 3-7mg sehari harus di reabsorbsi dengan perantaraan FIC. Ekskresi
bersama urin hanya terjadi pada bentuk yang tidak terikat pritein.80-90%
vitamin B12 akan diretensi dalam tubuh bila di berikan dalam dosis sampai 50mg;
dengan dosis yang lebih bersar, jumlah yang diekskresi akan lebih banyak . jadi
bila kapasitas ikatan protein dari hati, jaringan dan darah lebih jenuh,vitamin
B12 bebas akan di keluarkan bersama urin sehingga tidak ada gunanya memberikan
vitamin B12 dalam jumlah yang terlalu besar.
Vitamin B12 dapat menembus sawar uri dan masuk kedalam sirkulasi
bayi.Dosis sianokobalamin untuk pasien anemia permisiosa tergantung dari berat
anemianya, ada tidaknya komplikasi dan respons terhadap pengobatan. Secara
garis besar cara penggunaannya dibagi atas terapi awal yang intensif dan terapi
penunjang.
c. Dosis
• Per oral: untuk defisiensi B12 karena faktor asupan makanan:
dewasa 50-150 mikrogram atau lebih, anak 50-105 mikrogram sehari, 1-3x/hari
• Injeksi intramuskular: dosis awal 1mg, diulang 10x dengan
interval 2-3 hari. Dosis rumatan 1 mg per bulan.
Sediaan: tablet 50 mikrogram, liquid 35 microgram/5 ml, injeksi 1
mg/ml.
3. ASAM FOLAT
Asam folat ( asam pteroilmonoglutamat, pmGA ) terdiri atas
bagian-bagian pteridin, asam paraaminobenzoat dan asam glutamat. Dari
penelitian
Folat terdapat dalam hampir setiap jenis makanan dengan kadar
tertinggi dalam hati, ragi dan daun hijau yang segar. Folat mudah rusak dengan
pengolahan ( pemasakan ) makanan.
a.Farmakokinetik
Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali, terutama di 1/3
bagian proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan
energi, sedangkan pada kadar tinggi absorpsi dapat berlangsung secar difusi.
Walaupun terdapat gangguan pada usus halus, absorpsi folat biasanya masih
mencukupi kebutuhan terutama sebagai PmGA.
b.Indikasi
Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan
pengobtan defisiensi folat harus di ingat bahwa penggunaan secara membabibuta
pada pasien anemia pemisiosa dapat merugikan pasien, sebab folat dapat
memperbaiki kelainan darah pada anemia pemisiosa tanpa memperbaiki kelainan
neurologi sehingga dapat berakibat pasien cacat seumur hidup
Kebutuhan asam folat meningkat pada wanta hamil, dan dapat
menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan asupan
asam folat dari makananya. Beberapa penelitian mendapat adanya hubungan kuat
antara defisiensi asam folat pada ibu dengan insisens defek neural tube,
seperti sapina bifida dan anensefalus, pada bayi yang dilahirkan. Wanita hamil
membutuhkan sekurang-kurangnya 500 mg asam folat per hari suplementasi asam
folat di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, untuk mengurangi insidens
defek neuran tube.
Efek toksik pada penggunaan folat untuk manusia hingga sekarang
belum pernah dilaporkan terjadi. Sedangkan pada tikus, dosis tinggi dapat menyebabkan
pengendapan kristal asam folat dalam tubuli ginjal. Dosis 15 mg pada manusia
masih belum menimbulkan efek toksik.
c.Dosis
Yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi
yang ada. Umumnya folat diberikan per oral, tetapi bila keadaan tidak
memungkinkan, folat diberikan secar IM atau SK.
Untuk tujuan diagnostik digunakan dosis 0,1 mg per oral selam 10
hari yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien defisiensi folat.
Hal ini membedakannya dengan defisiensi vitamin B12 yang baru memberikan
respons hematologik dengan dosis 0,2 mg per hari atau lebih.
4. ERITROPOIETIN
Eritropoietin, suatu gliko protein dengan berat molekul 34-39 DA,
merupakan factor pertumbuhan hematopoietic yang pertama kali
diisolasi.Eritropoietin merupakan factor pertumbuhan sel darah merah yang
diproduksi terutama oleh ginjal dalam sel peritubuler dan tubuli
proksimalis.Dalam jumlah kecil eritropoietin juga diproduksi oleh hati.untuk
kepentingan pengobatan eritripoietin diproduksi sebagai rekombinan eritropoetin
manusia yang disebut epoetin alfa. secara medis, obat antianemia yang
mengandung EPO dapat meningkatkan daya ingat.
Farmakodinamik
Eritroproetin,berinteraksi dengan reseptor eritropoietin pada
permukaan sel induk sel darah merah, menstimulasi poloferasi dan diferensiasi
eritroit. Eritropoietin juga menginduksi pelepasan retikulosis dari sumsum
tulang. Eritrpoietin endogen diproduksi oleh ginjal sebagai respon terhadap
hipoksia jaringan. Bila terjadi Anemia maka eritropoietin diproduksi lebih
banyak olh ginjal, dan hal ini merupakan tanda bagi sumsum tulang untuk
memproduksi sel darah.
Farmakokinetik
Setelah pemberian intravena masa paru eritropoietin pada pasien
gagal ginjal kronik sekirar 4-13 jam. Eritropoietin yang dikeluarkan melalui
dialisis. Darbopoietin alfa merupakan eritropoietin bentuk glikolisasi memiliki
masa paru 2-3 kali eritropoietin.
Indikasi
Eritropoietin terutama di indikasikan untuk anemia pada pasien
gagal ginjal kronik. Pada pasien ini pemberian eritropoietin umumnya
meningkatkan kadar hematokrik dan hemoglobin, dan mengurangi/menghindkan
kebutuhan transfusi. Peningkatan jumlah retikulosit umumnya terlihat dalam
sekitar 10 hari, dan peningkatan kadar hematokrik dan hemoglobin dalam 2-6
minggu. Pada kebanyakan pasien kadar hematokrik sekitar 35% dapat dipertahankan
dengan pemberian eritropoietin 50-150 IU/Kg secara intravena atau subkutan 3
kali seminggu. Pemberian secara subkutan umumnya lebih disenangi karena
absorpsinya lebih lambat dan jumlah yang dibutuhkan berkurang 20-40%. Respons
pasien dialisis terhadap pemberian eritropoietin tergantung pada beratnya
kegagalan ginjal, dosis eritropoietin dan cara pemberian, serta keberadaan
besi. Kegagalan respons paling sering disebabkan oleh adanya difisiensi, yang
dapat di atasi dengan pemberian preparat besi secara oral. Pasien yang mendapat
eritropoietin harus di monitor ketat, dan dosis perlu di sesuaikan agar
peningkatan hematokrik terjadi secara bertahap untuk mencapai 33-36% dalam
waktu 2-4 bulan. Kadar hematokrit yang dicapai dianjurkan tidak melebihi 36%
untuk menghindari kemungkinan infark miokard.
Umumnya pasien anemia akibat gangguan primer atau sekunder pada
sumsum tulang kurang memberikan respons terhadap pemberian eritropoietin.
Respons paling baik bila kadar eritropoietin kurang dari 100 IU/L. Umumnya
untuk pasien ini di butuhkan dosis lebih tinggi, sekitar 150-300 IU/L tiga kali
seminggu dan responsnya biasanya tidak terlalu baik.
Efek samping
Yang paling sering adalah bertambah beratnya hipertensi yang
dapat terjadi pada sekitar 20-30% pasien dan paling sering akibat peningkatan
hematokrit yang terlalu cepat. Meskipun masih kontroversial dilaporkan
peningkatan tendensi trombosit pada pasien dialisis.
OBAT LAIN
• RIBOFLAVIN
Berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein dalam
pernafasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki
anemia normokromik-normo-sitik. Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat
pada malnutrisi protein-kalori, dimana ternyata faktor defisiensi Fe dan
penyakit infeksi memegang peranan pula. Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari
per oral atau IM.
• PIRIDOKSIN
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang
pertumbuhan Heme. Defesiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik
hipokromok.pada sebagian besar pasien akan terjadi anemia normoblastik
sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam precursor
eritrosit, dan pada beberapa pasien terdapat anemia Megaloblastik.Pada keadaan
ini arbsorbsi Fe meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi
hiperperemia, sedangkan daya rergenerasi darah menurun.Akhirnya akan didapatkan
gejala hemosiderosis.
• KOBAL
Kobal dapat meningkatkan jumlah hemotokrit, hemoglobin dan
eritrosit pada beberepa pasien dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat
pada pasien talasimea, infeksi kronik atau penyakit ginjal,tetapi mekanisme
yang pasti tidak diketaui. Kobal merangsang pembentukan eritropoietin yang berguna
untuk meningkatkan pengambilan Fe dalam sumsum tulang, tetapi ternyata pada
pasien anemia refrakter kadar eritropoietin sudah tinggi.Penyelidikan lain
mendapatkan bahwa Kobal menyebabkan Hipoksia intrasel sehingga dapat merangsang
pembentukan eritrosit.Sebaliknya, Kobal dalam dosis besar justru menekan
pembentukan eritrosit.
Adapun beberapa obat yang digunakan dalam pengobatan anemia,
diantaranya sebagai berikut :
1.IRON DEXTRAN ( imferon )
Mengandung 50 mg fe setiap mL (larutan 5%) untuk penggunaan IM
atau IV. Respons terapeutik terhadap suntikan IM ini tidak lebih cepat dari
pada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya
anemia, yaitu 250 mg fe untuk setiap gram kekurangan hb. Pada hari pertama
disuntukkan 50 mg, dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari atu beberapa hari
sekali. Penyuntikan dilakukan pada kuadran atas luar m. Gluteus dan secara
dalam untuk menghindari pewarnaan kulit.
a.Indikasi
Intravena atau intramuskular suntikan dekstran besi yang
ditunjukkan untuk perawatan pasien dengan defisiensi zat besi yang tidak dapat
diberikan secara oral.
b.Dosis dan Administrasi
Besi oral harus dihentikan sebelum administrasi INFeD.
c.Dosis
Untuk memperkecil reaksi toksin pada pemberian IV, Dosis
permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan di ikuti dengan peningkatan bertahan
untuk 2-3 hari tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus di berikan perlahan-lahan
yaitu dengan menyuntikkan 25-50 mg/ menit.
d.Efek samping
Efek samping yang harus dilaporkan kepada dokter atau ahli
kesehatan sesegera mungkin:
• reaksi alergi seperti ruam kulit , gatal atau gatal-gatal ,
pembengkakan wajah, bibir, atau lidah,
• bibir biru, kuku, atau kulit,
• gangguan pernapasan,
• perubahan tekanan darah,
• nyeri dada,
• takikardi,
• perasaan pusing, atau jatuh pingsan,
• demam atau kedinginan,
• nyeri otot atau nyeri sendi,
• nyeri, kesemutan, mati rasa di tangan atau kaki,
• kejang.
Efek samping yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis
(laporkan ke dokter atau ahli kesehatan jika gejala menetap atau mengganggu):
• diare
• sakit kepala
• iritasi didaerah suntikan
• mual, muntah
• sakit perut
2.ADFER
a.Kandungan
Fe glukonat 250 mg, Mangan sulfat 200 µg, Tembaga sulfat 200
µg,Vitamin C 50 mg, Asam folat 1000µg, Vitamin B12 7,5µg, Sorbito l25 mg.
b.Indikasi
Anemia yang disebabkan kekurangan Fe, anemia akibat traumatik
atau anemia endogenik, anemia akibat perdarahan selama masa pertumbuhan, usia
lanjut & masa penyembuhan, kehamilan, menyusui, anemia yang
disebabkan malnutrisi umum atau diet.
c.Kontra indikasi
Penumpukan Fe, gangguan penggunaan Fe.
d. Efek samping
Gangguan saluran pencernaan.
e. dosis
Dosis awal 1-2 kapsul sehari.
f.Penyajian
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan.
3.ARTOFERUM
a.Indikasi
Anemia (kekurangan zat besi) & sebagai sebuah
pencegahan, pengobatan, dan sumber vitamin dan mineral bagi negara-negara
kekurangan.
b.Cara Penggunaan
1 kaplet sehari-hari, atau seperti yang ditentukan oleh dokter.
4. DASABION KAPSUL
KOMPOSISI
Tiap kapsul mengandung :
Besi (II) Fumarat 360 mg
Kalsium Pantotenat 20 mg
Asam Folat 1,5 mg
Vitamin B12 15 mkg
Vitamin C 75 mg
Vitamin D3 400 SI
Sorbitol 25 mg
DESKRIPSI
Dasabion mengandungBesi (II) Fumarat, Asam Folat dan Vitamin B12
yang sangat dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah. Karena anemia sering
dijumpai pada wanita hamil, maka zat-zat tersebut sangat dibutuhkan untuk
pencegahan dan pengobatannya. Vitamin C membantu mempertahankan zat besi dalam
bentuk ferro agar tidak teroksidasi menjadi bentuk ferri, sehingga lebih mudah
untuk diabsorbsi untuk saluran pencernaan.
Vitamin D3 sangat dibutuhkan pada masa kehamilan, karena erat
hubungannya dalam proses pembentukan tulang. Kalsium Pantotenat merupakan
prekursor koenzim A yang sangat diperlukan dalam metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein. Sorbitol bersifat sebagai laksans, dapat menetralisir konstipasi
yang mungkin terjadi pada pemberian secara terus menerus.
INDIKASI
- Segala macam anemia
- Pada masa kehamilan
EFEK SAMPING
Nyeri pada saluranpencernaan disertai mual,muntah dan diare.
Pemberian secara terus menerus dapat menyebabkan konstipasi.
ATURAN PAKAI
Sehari 1 kapsul atau menurut petunjuk dokter
PERHATIAN
Pemakaian obat ini dapat menyebabkan fases berwarna hitam.
5. EMINETON
membantu mengurangi gejala anemia
a.Komposisi & Informasi nilai gizi
Takaran saji: 1 tablet (620 mg) Jumlah sajian per kemasan : 100 %
AKG
Ferrous Fumarate 90 mg
Cupric Sulfate 0,35 mg
Cobaltous Sulfate 0,15 mg
Manganese Sulfate 0,05 mg
Pyridoxine Hydrochloride 0,192 mg
Cyanocobalamine 5 mCg
AscorbicAcid 60 mg
dl - a - Tocopherol Acetate 5 mg
FolicAcid 400 meg
Calcium Phosphate, Dibasic 60 mg
*AKG berdasarkan pada diet 200 Kcal Farmakologi :
EMINETON adalah tablet yang mengandung zat besi organik (Ferrous
Fumarate) dalam dosis terapeutik dengan kombinasi mangan, tembaga, asam
askorbat, vitamin B, kalsium, vitamin E dan asam folat, sehingga sangat
membantu mempercepat proses pembentukan sel-sel darah. Dapat digunakan untuk
menghilangkan gejala anemia dan kurang gizi pada segala tingkat usia.
b.Indikasi
Untuk membantu mengurangi gejala anemia karena kekurangan zat
besi.
c.Efek samping
Pemakaian EMINETON secara berlebihan dapat menyebabkan gangguan
gastroenterik seperti diare atau gastritis, mual dan muntah.
d.Peringatan dan perhatian
Ada kemungkinan timbul faeces berwarna hitam setelah makan obat
ini.
e.Dosis dan cara pemakaian :
Dewasa : 1 - 2 tablet / hah pada waktu atau sesudah makan.
Anak-anak : 1 tablet / hari pada waktu atau sesudah makan.
6.ETABION
a.Komposisi
Tiap kapsul mengandung:
Ferro Glukonat 250 mg
Vitamin C 50 mg
Asam Folat 1 mg
Vitamin B12 7,5 mcg
CupriSulfat 0,2 mg
ManganSulfat 0,2 mg
Sorbitol 25 mg
b.Farmakologi
Ferro Glukonat merupakan garam besi yang bekerja dan bermanfaat
dalam pencegahan dan pengobatan penyakit kekurangan darah (anemia) karena
kekurangan zat besi. Vitamin B12 merupakan salah satu faktor pencegah
kekurangan darah. Cupri Sulfat dan mangan sulfat merupakan biokatalisator yang
merangsang jaringan pembentukan darah dalam tubuh. Vitamni C membantu
penyerapan zat besi oleh tubuh. Asam Folat merupakan salah satu faktor dalam
pembentukan butir-butir darah merah.
c.Indikasi
Untuk mencegah dan mengobati kekurangan Vitamin dan mineral
seperti kekurangan darah (anemia) dan membantu pembentukan darah.
d.Peringatan dan Perhatian
Penderita perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feces yang
berwarna hitam.
e.Efek Samping
Konstipasi, diare, mual, muntah.
f.Dosis
Sehari 1 kapsul pada waktu atau sesudah makan, sesuai petunjuk
dokter.
7.FERCEE kapsul
Tiap kapsul FERCEE terdiri atas :
Besi (II) Fumarat 275,0 mg
Asatn askorbat 100,0 mg
Natrium Dioktilsulfosuksinat 20,0 mg
Dalam bentuk pelepasan yang diperlambat
a.Indikasi
Penyakit kurang darah, yang esensial dan sekunder yang disebabkan
oleh kekurangan zat besi, penyakit kurang darah yang disebabkan oleh
pendarahan, masa akil balik, masa hamil dan pada anak-anak.
b.Dosis
Kecuali bila dianjurkan lain oleh dokter, satu kapsul tiap hari
sesudah makan pagi - bila perlu dapat sampai 2 kapsul tiap hari.
c.Kontra indikasi :
• Terapi besi kontra indikasi untuk pasien dengan iron storage
disease atau pasien yang oenderung kearali penyakit tersebut yang disebabkan
oleh chronic hemolytic anemia (seperti anomali keturunan dari struktur/sintesa
hemoglobin dan/atau defisiensi enzim darah merah).
• Anemia oleh kekurangan Piridoksina Hidroklorida.
• Sirosis hati.
d.Efek samping
Reaksi sensittvitas dan gangguan saluran pencernaan dapat
terjadi.
e.Peringatan dan Perhatian
• Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
• Untuk anemia yang disebabkan oleh kekurangan besi yang
disebabkan oleh pengeluaran darah yang berlebihan, maka harus diobati dahulu
sebab dari pengeluaran darah tersebut.
• Pemberian jangka panjang dari garam besi dapat menyebabkan iron
storage disease.
0 comments
Post a Comment