Saturday, May 10, 2014

Infeksi Chlamidya trachomatis

 Infeksi Chlamidya trachomatis pada banyak negara merupakan penyebab utama
infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan WHO tahun 1995
menunjukkan bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan 89 juta orang. Di
Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti mengenai infeksi C.
trachomatis.1
 C. trachomatis merupakan penyebab Uretritis Non Spesifik (UNS) terbanyak
dibanding dengan organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa 30 - 60 % dari
penderita UNS dapat diisolasi C. trachomatis, selanjutnya 4 - 43 % dari pria penderita
gonore dan 0 - 7 % dari pria dengan uretritis asimtomatik.2
 Dalam bidang penyakit menular seksual (PMS) C. trachomatis dapat merupakan
penyebab uretritis, servisitis, endometritis, salpingitis, perihepatitis, epididimitis,
limfogranuloma venerium dan seterusnya.1.3
 Angka transmisi seksual C. trachomatis sering melebihi 20 % pada wanita muda.
Hutapea NO (1992) melaporkan penularan terhadap mitra seksual  38 pria  UNS dengan
positif Chlamydia terjadi pada 17 wanita (45 %).3
 Diperkirakan 25 - 50 % infeksi C. trachomatis bersifat asimtomatik, terutama
pada wanita (80 %), akan tetapi C. trachomatis mempunyai peranan penting pada
servisitis mukopurulen  dan infeksi radang panggul (PID). Di Amerika 25 - 50 % kasus
PID oleh karena C. trachomatis dan meliputi 5 - 8 % wanita muda yang datang ke
beberapa klinik maternitas dan merupakan karier C. trachomatis.1
Infeksi C. trachomatis sampai saat ini masih merupakan problematik karena keluhan
ringan, kesukaran fasilitas diagnostik, mudah menjadi kronis dan residif, dan mungkin
menyebabkan komplikasi yang serius seperti infertilitas  dan kehamilan ektopik. Selain
itu bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi mempunyai resiko untuk menderita
konjungtivitis dan atau pneumonia.4.5
 Mengingat tingginya angka kejadian infeksi C. trachomatis baik secara tunggal
ataupun bersamaan dengan PMS lain, serta dampak dari komplikasinya maka perlu
diberikan perhatian yang besar dalam hal diagnosis dan pengobatannya.

BIOLOGI CHLAMYDIA

 Dalam hal taksonomi C. trachomatis termasuk dalam ordo chlamydiales, famili
chlamydia ceae, genus chlamydia. Spesiesnya adalah Chlamydia trachomatis,
Chlamydia psittaci, Chalmydia pneumonia dan Chlamydia pecorum. 6.7.8
 Species C. trachomatis mempunyai 515 serovar, dimana serovar A,B dan C
menyebabkan tarchoma, serovar D sampai K menyebabkan infeksi genital, serovar L1
sampai L3 menyebabkan limfogranuloma venereum (LGV). 6.7
 Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat berkembang biak
didalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang
disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara benary fision dalam badan
intrasitoplasma. C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena berkembang
mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu
berupa Badan Inisial. Badan Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan
Inisial. Badan elementer ukurannya lebih kecil (? 300 nm) terletak ekstraselular dan
  2001 digitized by USU digital library 2
merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih besar (? 1 um)
terletak intraselular dan tidak infeksius.6.7
 Antigen pada permukaan chlamydia dapat diklasifikasikan sebagai
Lipopolisakharida (LPS) dan Major   Outer Membrane Protein (MOMP) yang merupakan
antigen spesifik Chlamydia.8
 Heat Shock  Protein (HSP) yang terkode secara genetik berhubungan dengan
respon imunopathologik. Namun sampai sekarang belum jelas apakah respon anti bodi
terhadap CHSP 60 memang terlibat dalam imunopatologik chlamydia atau semata-mata
sebagai petanda infeksi chlamydial yang persinten.8

GAMBARAN KLINIK

 Manifestasi klinis infeksi C. trachomatis serovar D-K dalam beberapa hal mirip
dengan infeksi N. gonorrhoeae. Infeksi genital oleh chlamydia lebih lebih sering pada
orang-orang muda aktif seksual. Pada laki-laki, uretritis merupakan manifestasi klinis
yang paling sering, sedangkan pada wanita adalah servisitis, endometritis  dan
salfingitis, disamping dapat juga terjadi gejala uretritis.5

Infeksi pada Pria
- Uretritis
 Infeksi di uretra merupakan manifestasi primer infeksi chlamydia. Masa inkubasi
untuk uretritis yang disebabkan oleh C. trachomatis bervariasi dari sekitar 1 - 3
minggu.1.5
 Pasien dengan chlamydia uretritis mengeluh adanya duh tubuh yang jernih dan
nyeri pada waktu buang air kecil (dysuria). Infeksi uretra oleh karena chlamydia ini
dapat juga terjadi asimtomatik.1.5.7
 Diagnosis uretritis pada pria dapat ditegakkan dengan pemeriksaan  pewarnaan
Gram atau biru methylene dari sedian apus uretra. Bila jumlah lekosit PMN melebihi 5
pada pembesaran 1000 x merupakan indikasi uretritis. Perlu diketahui bahwa sampai 25
% pria yang menderita gonore, diserta infeksi chlamydia. Bila uretritis karena chlamydia
tidak diobati sempurna, infeksi dapat menjalar ke uretra posterio dan menyebabkan
epididimitis dan mungkin prostatitis.1.5.6.7
- Proktitis
 C. trachomatis dapat menyebabkan proktitis terutama pada pria homoseks.
Keluhan penderita ringan dimana dapat ditemukan cairan mukus dari rektum dan
tanda-tanda iritasi, berupa nyeri pada rektum dan perdarahan. 5.7
- Epididimitis
 Sering kali disebabkan oleh C. trachomatis, yang dapat diisolasi dari uretra atau
dari aspirasi epididimis. Dari hasil penelitian terakhir mengatakan bahwa C. trachomatis
merupakan penyebab utama epididimitis pada pria kurang dari 35 tahun (sekitar 70 -
90 %).5.6
 Secara klinis, chlamydial epididimitis dijumpai berupa nyeri dan pembengkakan
scrotum yang unilateral dan biasanya berhubungan dengan chlamydial uretritis ,
walaupun uretritisnya asimptomatik.7
- Prostatitis
 Setengah dari pria dengan prostatitis, sebelumnya dimulai dengan gonore atau
uretritis non gonore. Infeksi C. trachomatis pada prostat dan epididimis pada umumnya
merupakan penyebab infertilitas pada pria.5.6
- Sindroma Reiter
 Suatu sindroma yang terdiri dari tiga gejala yaitu : artritis, uretritis dan
konjungtivitis, yang dikaitkan dengan infeksi genital oleh C. trachomatis. Hal ini
disokong dengan ditemukannya ?Badan Elementer? dari C. trachomatis pada sendi
penderita dengan menggunakan teknik Direct Immunofluerescence.9
  2001 digitized by USU digital library 3


Infeksi pada Wanita
 Sekitar setengah dari wanita dengan infeksi C. trachomatis di daerah genital
ditandai dengan bertambahnya duh tubuh vagina dan atau nyeri pada waktu buang air
kecil, sedangkan yang lainnya tidak ada keluhan yang jelas. Pada penyelidikan pada
wanita usia reproduktif yang datang ke klinik dengan gejala-gejala infeksi traktus
urinarius 10 % ditemukan carier C. trachomatis.5.6
 Faktor resiko infeksi C. trachomatis pada wanita adalah : 10
- Usia muda, kurang dari 25 tahun
- Mitra seksual dengan uretritis 
- Multi mitra seksual 
- Swab endoserviks yang menimbulkan perdarahan
- Adanya sekret endoserviks yang mukopurulen
- Memakai kontra sepsi ?non barier? atau tanpa kontrasepsi.
- Servisitis
 Chlamydia trachomatis menyerang epitel silindris mukosa serviks. Tidak ada
gejala-gejala yang khas membedakan servisitis karena C. trachomatis dan servisitis
karena organisme lain. Pada pemeriksaan dijumpai duh tubuh yang mukopurulen dan
serviks yang ektopi.5.7.9
 Pada penelitian yang menghubungkan servisitis dengan ektopi serviks,
prevalerisi servisitis yang disebabkan C. trachomatis lebih banyak ditemukan pada
penderita yang menunjukkan ektopi serviks dibandingkan yang tidak ektopi.
Penggunaan kontrasepsi oral dapat menambah resiko infeksi chlamydia trachomatis
pada serviks, oleh karena kontrasepsi oral dapat menyebabkan ektopi serviks.7
- Endometritis
 Servisitis oleh karena infeksi C. trachomatis dapat meluas ke endometrium
sehingga terjadi endometritis. Tanda dari endometritis antara lain menorrhagia dan
nyeri panggul yang ringan. Pada pemeriksaan laboratorium, chlamydia dapat ditemukan
pada aspirat endometrium. 5.7
- Salfingitis (PID)
 Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi secara ascenden sehingga
infeksi sampai ke tuba dan menyebabkan kerusakan pada tuba (terjadi tuba scarring).
Hal ini dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik. 6.10
- Perihepatitis (Fitz - Hugh - Curtis Syndrome)
 Infeksi C. trachomatis dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke tuba
dan kemudian parakolikal menuju ke diafragma kanan. Beberapa dari penyebaran ini
menyerang permukaan anterior liver dan peritoneum yang berdekan sehingga
menimbulkan perihepatitis. Parenchym hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati
biasanya normal.5

BERBAGAI METODE UNTUK PEMERIKSAAN CHLAMYDIA TRACHOMATIS

 Untuk menunjukkan adanya infeksi genital oleh C. trachomatis bahan
pemeriksaan harus diambil uretra atau serviks dengan menggunakan swab kapas
dengan tangkai metal. Pada wanita C. trachomatis lebih sering dapat diisolasi di
serviks dari pada uretra.

I. Biakan
 Sampai tahun 1980-an diagnosis infeksi C. trachomatis terutama berdasarkan
pada isolasi organisma dalam biakan sel jaringan. 4.11
Ini merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap sebagai
metode pilihan untuk spesimen medikolegal dimana sensitifitas diperkirakan 80-90 %
  2001 digitized by USU digital library 4
dan spesitasnya 100 %. Yang dapat digunakan adalah sel-sel Mc. Coy yaitu sel-sel
yaitu sel-sel fibroblas tikus (L-cells).11.12
 Biakan sel dapat juga digunakan mencari bahan inklusi Chlamydia dengan
bantuan grup spesifik fluorescein - labelled antibodi monoklonal  terhadap C.
trachomatis. Prosedur ini membutuhkan mikroskop fluorescens.2.5

II. Pemeriksaan Mikroskopik
 Pemeriksaan dalam gelas objek diwarnai dengan pewarnaan giemsa atau larutan
jodium dan diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pewarnaan Giemsa, Badan
Inklusi (BI) terdapat intra sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu tua,
sedangkan dengan pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat.
 Jika dibanding dengan cara kultur, pemeriksaan mikrosopik langsung ini
sensitifitasnya rendah dan tidak dianjurkan pada infeksi asimtomatik.13

III. Deteksi Antigen Langsung
 Dikenal 2 cara pemeriksaan antigen yaitu :
1. Direct Fluorescent Antibody (DFA)
Cara ini merupakan test non-kultur pertama dimana C. trachomatis dapat ditemukan
secara langsung dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel  dengan
fluorescein. Dengan teknik ini Chlamydia bebas ekstraseluler yang disebut badan
elementer (BE) dapat ditemukan. Kadang-kadang juga dapat ditemukan badan
inklusi intrasitoplasmik. Cara ini tidak dapat membedakan antara organisme mati
atau hidup, tetapi keuntungannya tidak membutuhkan biakan sel jaringan dan
hasilnya dapat diketahui dalam 30 menit.5.14
2. Enzym Immuno Assay (EIA)
Banyak tes-tes yang tersedia saat ini menggunakan teknik ini. Tidak seperti DFA,
EIA  bersifat semiautomatik dan sesuai digunakan untuk memproses spesimen dalam
jumlah besar.9

IV. Serologik
 Tes serologik tidak digunakan secara rutin dan luas untuk diagnosi infeksi
traktus genitalis chlamydial kecuali untuk LGV, oleh karena dijumpai prevalensi antibodi
pada populasi seksual aktif yang mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi C.
trachomatis, yaitu berkisar 45 - 60 % dari individu yang diperiksa.7.9
 Walupun tidak selalu dijumpai pada setiap kasus  infeksi genital tanpa
komplikasi, antibodi terhadap C. trachomatis biasanya timbul setelah infeksi dan dapat
menetap selama bertahun-tahun. Respon Ig M dapat dilihat pada infeksi episode
pertama.9 
 Berbagai teknik serologik diaplikasikan untuk mempelajari infeksi clamydial
antara lain :

1. Complement Fixation (CFT)
 CFT menggunakan antigen ?group? chlamydia untuk mendeteksi serum antibodi
terhadap semua anggota genus ini.14
 Konsekwensinya, deteksi antiboditerhadap antigen lipopolysacharida chlamydial 
tidak dapat membedakan antara infeksi C. trachomatis dengan C. psittaci dan juga
tidak cukup sensitif untuk deteksi antibodi terhadap C. pneumonia.

2. Microimmunofluorescence (MIF)
 MIF menggunakan antigen chlamydial purifikasi tertentu yang ditempatkan
diatas slide kaca bereaksi dengan serum penderita. Test ini sensitif dan spesifik,
dimana pada sebagian besar kasus dapat memberikan informasi mengenai serotype
infeksi C. trachomatis. 11.14
  2001 digitized by USU digital library 5
 Selain di serum, antibodi dapat juga ditemukan pada sekresi lokal tubuh lainnya
seperti air mata dan sekresi genital. Antibodi C. trachomatis dapat    diklasifikasikan
menurut Ig (Ig M, Ig G dan Ig A)  dengan teknik ini.5,11
 Respon Ig M merupakan ciri infeksi akut dan terutama  digunakan dalam
diagnosis infant chlamydial pneumonia.l5
 Hasil serologik chlamydial biasanya diinterprestasikan sebagai berikut :
?   Infeksi akut ; titer Ig M > l ; 8 dan/atau peningkatan 4 kali lipat atau lebih, atau
penurunan titer Ig G.
?   Infeksi kronik ; titer Ig G tetap tinggi > l : 256. l5

V. Test DNA Chlamydia

1.  DNA Hibridisasi (DNA Probe) 
Test ini sensitifitasnya  kurang dibandingkan metode kultur yaitu 75-80% dan
spesifitas lebih dari 99 %.11

2. Nucleic Acid Amplification.
Teknik amplifikasi nukleat yang terbanyak dipakai yaitu : Polymerase Chain Reaction
(PCR)  dan Ligase Chain Reaction (LCR). Test ini memiliki  sensitifitas dan
spesifisitas tinggi, dan dapat menggunakan non-invasif spesimen seperti urine untuk
menskrining infeksi asimtomatik pada wanita maupun pria.4

DIAGNOSIS
Diagnosis infksi C. trachomatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik
dan pemeriksaan laboratorium. 7,13
Pemeriksaan laboratorium merupakan dasar dalam menegakkan diagnosis. Pada
pemeriksaan laboratorium, infeksi C. trachomatis pada genital ditegakkan bila dijumpai
suatu tes chlamydial yang positif, serta tidak dijumpai kuman penyebab spesifik. Untuk
laboratorium dengan fasilitas yang terbatas, sebagai pedoman infeksi C. trachomatis
pada pria memberi gejala berupa sekret uretra seropurulen/mukopurulen serta
ditemukan sel PMN > 5 Ipb dan tidak ditemukan diplokok negatif Gram intra/ekstra  sel
pada pemeriksaan sediaan apus sekret uretra. Sedangkan pada wanita adanya  sekret
serviks sero/mukopurulen dan sel PMN > 30 Ipb serta tidak ditemukan kuman diplokok
Gram negatif intra/ekstraseluler pada sediaan apus atau T. vaginalis.l,9

PENGOBATAN

Penting untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital oleh C. trachomatis,
mengenai resiko penularan kepada pasangan seksualnya, Contact tracing (pemeriksaan
dan  pengobatan partner seksual) diperlukan  untuk keberhasilan pengobatan. 5.7
 Untuk pengobatan, Tetrasiklin adalah antibodi pilihan yang sudah digunakan
sejak lama untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh C.trachomatis. Dapat diberikan 
dengan dosis 4 x 500 mg/h selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama 14 hari.
 Analog dari tetrasiklin seperti doksisiklin dapat diberikan dengan dosis 2 x l00
mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak dianjurkan dan merupakan drug of
choice karena cara pemakaiannya yang lebih mudah dan dosisnya lebih kecil.l,7
 Azithromisin merupakan suatu  terobosan baru dalam pengobatan masa
sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l gram sekali minum. 7,13
Regimen alternatif dapat diberikan :
- Erythromycin 4 x 500  mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama l4
hari.
- Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari
 Regimen untuk wanita hamil ;
  2001 digitized by USU digital library 6
- Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari

KESIMPULAN

 Chlamydia Trachomatis merupakan penyebab infeksi genital non spesifik yang
terbanyak sekarang ini dibandingkan dengan organisma lain, baik di negara maju
maupun negara berkembang. Diperlukan indentifikasi/diagnosis dini dan pengobatan
yang cepat dan tepat dalam usaha memutus mata rantai penularan dalam masyarakat
dan mencegah sequele jangka panjang.

KEPUSTAKAAN

1. Daili SF. Penatalaksaan Infeksi Chlamydia Trachomatis Genital. Dalam imposium
Prakonas PERDOSKI IX PMS Surabaya 1999 : 18 - 21.
2. Hutapea NO, Ramsi RR. Uretritis Non Gonore. Dalam : Penyakit yang ditularkan
Melalui Hubungan Seksual. FK - USU, Medan 1993 : 47 - 9.
3. Hutapea NO, Tarigan J. Infeksi Chlamydia di antara Mitra Seksual. Dalam : Kumpulan
Makalah Ilmiah Konas VII PERDOSKI, Bukit Tinggi 1992 : 171 - 9
4. Hammerschlag MR. New Diagnostic Methods for Chlamydial Infection. In : Medscape
Womens Health 4 (5). 1999.
5. Yudarsono J. Infeksi Chlamydia pada Genitalia. Dalam : Kursus Penyegar Penyakit
Seksual. PADVI, Bali 1987.
6. Harris JRW. Foster SM. Genital Chlamydial Infection ; Clinical Aspects, Diagnosis,
Treatment and Prevention. In : Sexually Transmitted Diseases and AIDS, New York
: Churcill Livingstone 1991 : 219 - 44.
7.  Adimora AA. Hamilton H. Holmes KK, Sparking PF. Chlamydia Trachomatis Infection
In the Adult. In : Sexually Transmitted Diseases, 2nd
8.  Peeling RW. Brunham RC : Chlamydia as Pathogens : New Species and New Issues.
Medscape Inc. 1999.
9. Stamm WE : Chlamydia  Trachomatis Infections in the Adult. In : Holmes KK et al.
Sexually Transmitted Diseases 3 rd ed. Mc Graw Hill l999 : 407-22.
l0. Munday, P. Pelvic Inflammatory Disease in Medicine International Journal, l996. Vol.
l0 (36) : 3,44 - 49.
11.Mardh PA, Jorma P, Puolakkinen M, Diagnosis of Chlamydial Infections In :
Chlamydia. New York : Plenum Publishing Co l989 : 71 - 99.
12.Centre for Disease Control, C. trahomatis Infection. Policy Guidelines for Prevention
and Control. MMWR  l985, 34 (Suppl) : 535 - 745.
l3. Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Yudarsono J. Pemeriksaan Bakteriologik dan Serologik
PMS dan Infeksi Non Spesifik. Dalam : Penyakit Menular Seksual. Jakarta : Balai
Penerbit FK-UI l997 : 21 - B.
l4. Morse AS, Moreland AA, Thomas SE, Infection Caused by Chlamydia trachomatis,
In ; Atlas of Sexually Transmitted Diseases Philadelpia : JB Lippincott  l990.
l5. Spencer RC. Laboratory Diagnosis of STDs. in : Medicine International l996 : l0 (36)
: l - 7.






  2001 digitized by USU digital library 7
KERATOAKANTOMA

PENDAHULUAN

 Keratoakantoma adalah suatu tumor jinak kulit yang sering dijumpai dan
dinyakini berasal dari folikul rambut.1 Tumor epitel ini bersifat dapat sembuh sendiri
(selft -  limited) dengan gambaran klinis dan patologi yang menyerupai sinoma sel
skuamosa.2
 Gambaran morfologik dan sipat tumor ini pertama kali dikemukakan  oleh Mac
Gormac dan Scarff pada tahun 1936 yang menyebutnya sebagai ?Molluskum
Sebaceum?. Istilah keratoakantoma sendiri dikemukakan oleh Freudenthal dan sampai
ini dipakai secara luas.1.2
 Sebagian besar keratoakantoma  dijumpai soliter, walaupun kadang-
kadangdapat pula dijumpai lesi yang multipel. Tumor ini lebih sering dijumpai pada pria
dibanding wanita dan kebanyakan timbul pada usia pertengahan atau lebih lanjut.4
 Paparan sinar matahari diduga memegang peranan penting didalam
perkembangan keratoakantoma. Hal ini sesuai dengan lokalisasi yang terbanyak yaitu
pada daerah yang terpapar sinar matahari, terutama daerah wajah dan lengan.4
 Walaupun sebagian besar keratoakantoma dapat mengalami regresi spontan,
tumor ini dapat diobati  secara pembedahan ataupun dengan obat-obatan.5

SENONIM
 Moluscum Sebaceum, Moluscum Pseudocarsinomatosum, Self- Healing primary
squamous carsinoma, verrucome, tumor-like keratosis, idiopathic cutaneous
pseudoepitheliomatous hyperplasia.1.6

DEFINISI
 Keratoakantoma adalah tumor kulit yang terdiri dari sel-sel skuamosa yang
mengalami karatinisasi, berasal dari folikel  pilosebaseus dan mengalami resolusi
spontan jika tidak diobati.7

EPIDEMIOLOGI
 Keratoakantoma merupakan neoplasma kulit yang sering dijumpai, namun
informasi akurat mengenai insiden yang sebenarnya belum diperoleh.1
 Pada ras kulit putih cendrung terdapat sekitar sepertiga  dari jumlah karsinoma 
sel skuamosa. Tumor ini jarang dijumpai pada ras kulit hitam. 7
 Pria dikenai sekitar tiga kali lebih sering dibanding wanita.7 Tumor ini timbul
terutama pada usia antara 60 sampai 65 tahun, dan walaupun pernah dijumpai pada
bayi, jarang dijumpai pada usia di bawah 20 tahun.1

ETIOLOGI
 Data epidemiologi menunjukan insiden berkaitan dengan paparan sinar matahari
dan lokalisasi tumor terutama pada daerah kepala dan ekstremitas atas mendukung hal
ini.7
 Belisario menyatakan bahwa pengaruh sinar matahari memegang peranan besar
terutama pada tipe soliter.6
 Bahan-bahan kimia karsinogenik seperti ter disebut dapat  menimbulkan
keratoakantoma pada berbagai penelitian dengan hewan percobaan. Secara statistik
terdapat insiden lebih tinggi dari tumor ini pada perokok dibanding individu yang tidak
merokok.1
 Hal lain yang diduga sebagai penyebab timbulnya karatoakantoma yaitu infeksi
bakteri, virus dan faktor genetik.1.7
 Timbulnya keratoakantoma juga dikaitkan dengan imunosupresi. Pada penderita
imonusupresi seperti transplantasi ginjal, leukemia disebutkan mempunyai
  2001 digitized by USU digital library 8
kecenderungan  berkembangnya keratoakantoma multipel. Pemberian obat-obat
imunosupresif disebutkan bukan hanya dapat mempredisposisi timbulnya
keratoakantoma tetapi juga menyebabkan tranformasi keratoakantoma menjadi
karsinoma sel skuamosa agresif.8
 
GAMBARAN KLINIS
 Keratoakantoma timbul dimulai dengan lesi  bentuk papular yang kecil, padat,
merah, berbentuk kubah, menyerupai moluskum kontagiosum. 2.5.7 Lesi ini membesar
secara cepat dan mencapai ukuran maksimal berdiameter 1 sampai 2 cm dalam waktu
4 sampai 8 minggu. Lesi yang berkembang senpurna membentuk kawah berisi
sumbatan keratin dan sering kali ditutupi krusta. Kadang-kadang dijumpai
telangiektasia pada lesi. Epidermis diatas nodul berkilat dan licin, biasanya berwarna
kulit normal, tetapi kadang-kadang dapat eritematosa.3.6.7 Regresi terjadi secara
spontan sekitar 6 sampai 8 minggu setelan onset dan involusi sempurna dalam waktu 4
sampai 6 bulan, dapat tanpa jaringan parut namun sering terjadi parut yang
mencekung.3.5 Thomson dalam penelitiannya mendapatkan waktu regresi rata-rata dari
48 kasus keratoakantoma adalah 17 minggu.6
 Sebagian besar keratoakantoma timbul pada kulit berambut yang terpapar.
Hampr sekitar 74 % lesi terdapat diwajah dan leher, 17 % timbul dipunggung tangan
atau lengan bawah dan selebihnya pada berbagai bagian tubuh yang lain seperti
badan, bahu, paha, bokong dan area anogenital.1.7
 Baer dan Kopf mengklasifikasi keratoakantoma atas 3 tipe yaitu :6
1. Keratoakantoma soliter
2. Keratoakantoma multipel
3. Keratoakantoma eruptif.

Ad.2. Keratoakantoma Multipel
 Tipe ini sering disebut sebagai multipel self-healing keratoakantoma (tipe
Ferguson Smith). Lesi-lesi ini identik secara klinis dan histologik dengan tipe soliter.
Dapat  timbul dalam jumlah bervariasi , tetapi umumnya hanya sekitar 3 sampai 10 lesi
pada suatu lokasi, paling sering dijumpai pada wajah, badan dan genitalia. Biasanya
timbul pada waktu remaja dan akan mengalami involusi secara spontan.6

Ad.3 Keratoakantoma Eruptif
 Tipe ini ditandai dengan erupsi generalisata dari ratusan papula berbentuk
kubah, berdiameter 1-3 mm, warna kulit, yang berasal dari folikel rambut.6

HISTOPATOLOGIK
 Gambaran histopatologik keratoakantoma dan karsinoma sel skuamosa derajat
rendah seringkali  amat mirip sehingga sulit membuat diagnosis pasti hanya
berdasarkan gambaran histopatologik semata.6
 Biopsi para sentral yang harus mengikutsertakan seluruh luas dan dalam lesi
merupakan cara pilihan untuk biopsi.2
 Bagian tengah lesi menunjukkan kawah yang berisi keratin eosinofilik. Di
sekeliling kawah tampak  dibentuk oleh invaginasi epidermis, berupa pinggir epitel yang
meluas ke sekeliling kawah. Pada dasar dan sisi kawah,terdapat akan tosis dalam
bentuk pseudoepitelioma hiperplasia. Sel-sel epidermal terdifferensiasi baik dan
ukurannya lebih besar dan pucat dibanding dengan sel-sel epidermal permukaan, serta
memiliki sitoplasma eosinoflik. Di luar proliferasi ini sering dijumpai infitrasi limfosit yang
padat.2.6
 Keratoakantoma diyakini berasal dari proliferasi epitel kelenjar rambut, dan
evolusi dan regresi tumor ini dipikirkan berkaitan dengan siklus rambut.
DIAGNOSIS BANDING
  2001 digitized by USU digital library 9
 Keratoakan dibedakan dari karsinoma sel skuamosa dari pertumbuhannya yang
lebih cepat kadang-kadang tumbuh sempurna dalam 2 minggu) dan khas memiliki inti
sentral berisi karatin yang biasanya tidak dijumpai pada karsinoma sel skuanosa.6
Smoller dkk menggunakan pola pewarnaan imunohistokimia involukrin dan protein
keratin untuk membedakan keratoakantoma dan karsinoma sel skuamosa.2.6.8
 Selain itu keratoakantoma harus dibedakan dari keratosis seboroika, cutaneus
horn, kista epidermoid, pseudoepithelioma hiperplasia, prurigo nodularis, veruka vulgaris
dan liken planus hipertropik.6.8
 Keratoakantoma eruptif harus dibedakan dari pitiriasis rubra pilaris,
Sklerommyxedema, liken amiloidosis dan penyakit Kyrle. Perlu dilakukan   pemeriksaan
beberapa lesi popula sampai ditemukan gambaran keratoakantoma yang jelas.6

PENGOBATAN
 Walaupun keratoakantoma mengalamin involusi spontan tetapi tidak bisa
diprediksi berapa lama lesi akan menghilang. Metode pilihan untuk keratoakantoma
adalah eksisi sederhana yang komplit.1.6 Mohs chemosurgery telah dipertimbangkan
pula untuk keratoakantoma yang rekuren atau lesi yang agresif.1 Hasil akhir dari lesi-
lesi yang dieksisi seringkali secara kosmetik lebih baik dibanding hasil regresi spontan.1.9
 Metode yang lain yaitu kuretase dengan elektrodesikasi untuk lesi-lesi yang
kecil dan injeksi intralesi 5 fluorourasil (5-FU) untuk lesi yang lebih besar dan pada
lokasi yang sulit.2.5.6
 Podophyllum resin yaitu podophyllum (20 %) dalam campuran tincture benzoin
atau alkohol dapat digunakan untuk pengobatan keratoakantoma. Krusta pada bagian
sentral  dihilangkan dan diholeskan obat tersebut dengan lidi kapas. Ulangi pengobatan
setiap 2 minggu sampai lesi menghilang.5.6
 Hampir semua pengobatan keratoakantoma eruptif memberikan hasil yang
kurang memuaskan. Vitamin A topikal (Asam retinoid) dan kortikosteroid tidak
bermanfaat. Methotrexat menunjukkan respon yang bervariasi. Topikal 5-Flurourasil
mungkin cukup efektif. Gotte mencoba mengobati semua pasiennya dengan krim 5-FU
5 % dan lesi mengalami involusi  sempurna dalam 1-6 minggu.6 Selain itu perna dicoba
pengobatan dengan retinoid oral (etretinate / isotretinoir) 1 mg/kg/hari selama 8
minggu dan selanjutnya diturunkan secara perlahan-lahan. Dosis pemeliharaan yaitu
0,5 - 0,75 mg/kg selang sehari diperlukan untuk mempertahankan supresi lesi dan
rekurensi.1.6
 Radioterapi juga telah digunakan untuk giant keratoakantoma bila eksisi atau
metode elektrosurgikal tidak mungkin dilakukan. Penderita ini diobati dengan cara yang
sama seperti penanganan karsinoma sel skuamosa. Farina dkk melaporkan 5 kasus
yang dioabati menggunakan 5000 rads selama 15 - 20 hari dengan semua kasus
memberikan hasil yang memuaskan.6
 Pemilihan pengobatan untuk keratoakantoma tetap harus disesuaikan pada
tiap-tiap kasus, tetapi eksisi total tetap merupakan metode pilihan dimana bisa
sekaligus didapatkan diagnosis yang tepat dan penyembuhan yang sempurna.

PROGNOSIS
 Keratoakantoma pada dasarnya adalah suatu tumor jinak dan memiliki prognosis
yang sangat baik.9 Biasanya keratoakantoma sembuh secara sempurna.10 Pendapat
adanya perubahan bentuk keratoakantoma menjadi keganasan ditemukan pada
beberapa literatus, tetapi sulit mengevaluasinya dan belum ada teori yang objektif
mengenai pendapat tersebut.1
 Rekurensi dapat terjadi setelah dilakukan eksisi atau kuretase dan sering pada
lesi-lesi di bibir ataupun jika pengobatan dilakukan pada stadium dini. Rekurensi juga
dapat terjadi setelah regresi spontan.9

KESIMPULAN
  2001 digitized by USU digital library 10

1. Keratoakantoma adalah suatu tumor jinak kulit yang berasal dari folikel rambut dan
dapat mengalami regresi spontan.
2. Keratoakantoma memiliki gambaran klinis dan histopatologik yang mirip dengan
karsinoma sel skuamosa namun dapat dibedakan dari pertumbuhan yang cepat dan
bagian central memiliki kawah yang berisi sumbatan keratin.      



Artikel Terkait

0 comments

Post a Comment

Cancel Reply