Infeksi Chlamidya trachomatis pada banyak
negara merupakan penyebab utama
infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan WHO tahun 1995
menunjukkan
bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan 89 juta orang. Di
Indonesia
sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti mengenai infeksi C.
trachomatis.1
C. trachomatis merupakan penyebab Uretritis
Non Spesifik (UNS) terbanyak
dibanding
dengan organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa 30 - 60 % dari
penderita
UNS dapat diisolasi C. trachomatis, selanjutnya 4 - 43 % dari pria penderita
gonore dan
0 - 7 % dari pria dengan uretritis asimtomatik.2
Dalam bidang penyakit menular seksual (PMS) C.
trachomatis dapat merupakan
penyebab
uretritis, servisitis, endometritis, salpingitis, perihepatitis, epididimitis,
limfogranuloma
venerium dan seterusnya.1.3
Angka transmisi seksual C. trachomatis sering
melebihi 20 % pada wanita muda.
Hutapea NO
(1992) melaporkan penularan terhadap mitra seksual 38 pria
UNS dengan
positif
Chlamydia terjadi pada 17 wanita (45 %).3
Diperkirakan 25 - 50 % infeksi C. trachomatis
bersifat asimtomatik, terutama
pada wanita
(80 %), akan tetapi C. trachomatis mempunyai peranan penting pada
servisitis
mukopurulen dan infeksi radang panggul
(PID). Di Amerika 25 - 50 % kasus
PID oleh
karena C. trachomatis dan meliputi 5 - 8 % wanita muda yang datang ke
beberapa
klinik maternitas dan merupakan karier C. trachomatis.1
Infeksi C.
trachomatis sampai saat ini masih merupakan problematik karena keluhan
ringan,
kesukaran fasilitas diagnostik, mudah menjadi kronis dan residif, dan mungkin
menyebabkan
komplikasi yang serius seperti infertilitas
dan kehamilan ektopik. Selain
itu bayi
yang lahir dari ibu yang terinfeksi mempunyai resiko untuk menderita
konjungtivitis
dan atau pneumonia.4.5
Mengingat tingginya angka kejadian infeksi C.
trachomatis baik secara tunggal
ataupun
bersamaan dengan PMS lain, serta dampak dari komplikasinya maka perlu
diberikan
perhatian yang besar dalam hal diagnosis dan pengobatannya.
BIOLOGI
CHLAMYDIA
Dalam hal taksonomi C. trachomatis termasuk
dalam ordo chlamydiales, famili
chlamydia
ceae, genus chlamydia. Spesiesnya adalah Chlamydia trachomatis,
Chlamydia
psittaci, Chalmydia pneumonia dan Chlamydia pecorum. 6.7.8
Species C. trachomatis mempunyai 515 serovar,
dimana serovar A,B dan C
menyebabkan
tarchoma, serovar D sampai K menyebabkan infeksi genital, serovar L1
sampai L3
menyebabkan limfogranuloma venereum (LGV). 6.7
Chlamydia merupakan bakteri obligat
intraselular, hanya dapat berkembang biak
didalam sel
eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang
disebut
Badan Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara benary fision dalam badan
intrasitoplasma.
C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena berkembang
mengikuti
suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu
berupa
Badan Inisial. Badan Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan
Inisial.
Badan elementer ukurannya lebih kecil (? 300 nm) terletak ekstraselular dan
2001 digitized by USU digital library 2
merupakan
bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih besar (? 1 um)
terletak
intraselular dan tidak infeksius.6.7
Antigen pada permukaan chlamydia dapat
diklasifikasikan sebagai
Lipopolisakharida
(LPS) dan Major Outer Membrane Protein
(MOMP) yang merupakan
antigen
spesifik Chlamydia.8
Heat Shock
Protein (HSP) yang terkode secara genetik berhubungan dengan
respon
imunopathologik. Namun sampai sekarang belum jelas apakah respon anti bodi
terhadap
CHSP 60 memang terlibat dalam imunopatologik chlamydia atau semata-mata
sebagai
petanda infeksi chlamydial yang persinten.8
GAMBARAN
KLINIK
Manifestasi klinis infeksi C. trachomatis
serovar D-K dalam beberapa hal mirip
dengan
infeksi N. gonorrhoeae. Infeksi genital oleh chlamydia lebih lebih sering pada
orang-orang
muda aktif seksual. Pada laki-laki, uretritis merupakan manifestasi klinis
yang paling
sering, sedangkan pada wanita adalah servisitis, endometritis dan
salfingitis,
disamping dapat juga terjadi gejala uretritis.5
Infeksi
pada Pria
- Uretritis
Infeksi di uretra merupakan manifestasi primer
infeksi chlamydia. Masa inkubasi
untuk
uretritis yang disebabkan oleh C. trachomatis bervariasi dari sekitar 1 - 3
minggu.1.5
Pasien dengan chlamydia uretritis mengeluh
adanya duh tubuh yang jernih dan
nyeri pada
waktu buang air kecil (dysuria). Infeksi uretra oleh karena chlamydia ini
dapat juga
terjadi asimtomatik.1.5.7
Diagnosis uretritis pada pria dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan pewarnaan
Gram atau
biru methylene dari sedian apus uretra. Bila jumlah lekosit PMN melebihi 5
pada
pembesaran 1000 x merupakan indikasi uretritis. Perlu diketahui bahwa sampai 25
% pria yang
menderita gonore, diserta infeksi chlamydia. Bila uretritis karena chlamydia
tidak
diobati sempurna, infeksi dapat menjalar ke uretra posterio dan menyebabkan
epididimitis
dan mungkin prostatitis.1.5.6.7
- Proktitis
C. trachomatis dapat menyebabkan proktitis
terutama pada pria homoseks.
Keluhan
penderita ringan dimana dapat ditemukan cairan mukus dari rektum dan
tanda-tanda
iritasi, berupa nyeri pada rektum dan perdarahan. 5.7
-
Epididimitis
Sering kali disebabkan oleh C. trachomatis,
yang dapat diisolasi dari uretra atau
dari
aspirasi epididimis. Dari hasil penelitian terakhir mengatakan bahwa C.
trachomatis
merupakan
penyebab utama epididimitis pada pria kurang dari 35 tahun (sekitar 70 -
90 %).5.6
Secara klinis, chlamydial epididimitis
dijumpai berupa nyeri dan pembengkakan
scrotum
yang unilateral dan biasanya berhubungan dengan chlamydial uretritis ,
walaupun
uretritisnya asimptomatik.7
-
Prostatitis
Setengah dari pria dengan prostatitis,
sebelumnya dimulai dengan gonore atau
uretritis
non gonore. Infeksi C. trachomatis pada prostat dan epididimis pada umumnya
merupakan
penyebab infertilitas pada pria.5.6
- Sindroma
Reiter
Suatu sindroma yang terdiri dari tiga gejala
yaitu : artritis, uretritis dan
konjungtivitis,
yang dikaitkan dengan infeksi genital oleh C. trachomatis. Hal ini
disokong
dengan ditemukannya ?Badan Elementer? dari C. trachomatis pada sendi
penderita
dengan menggunakan teknik Direct Immunofluerescence.9
2001 digitized by USU digital library 3
Infeksi
pada Wanita
Sekitar setengah dari wanita dengan infeksi C.
trachomatis di daerah genital
ditandai
dengan bertambahnya duh tubuh vagina dan atau nyeri pada waktu buang air
kecil,
sedangkan yang lainnya tidak ada keluhan yang jelas. Pada penyelidikan pada
wanita usia
reproduktif yang datang ke klinik dengan gejala-gejala infeksi traktus
urinarius
10 % ditemukan carier C. trachomatis.5.6
Faktor resiko infeksi C. trachomatis pada
wanita adalah : 10
- Usia
muda, kurang dari 25 tahun
- Mitra
seksual dengan uretritis
- Multi
mitra seksual
- Swab
endoserviks yang menimbulkan perdarahan
- Adanya
sekret endoserviks yang mukopurulen
- Memakai
kontra sepsi ?non barier? atau tanpa kontrasepsi.
-
Servisitis
Chlamydia trachomatis menyerang epitel
silindris mukosa serviks. Tidak ada
gejala-gejala
yang khas membedakan servisitis karena C. trachomatis dan servisitis
karena
organisme lain. Pada pemeriksaan dijumpai duh tubuh yang mukopurulen dan
serviks
yang ektopi.5.7.9
Pada penelitian yang menghubungkan servisitis
dengan ektopi serviks,
prevalerisi
servisitis yang disebabkan C. trachomatis lebih banyak ditemukan pada
penderita
yang menunjukkan ektopi serviks dibandingkan yang tidak ektopi.
Penggunaan
kontrasepsi oral dapat menambah resiko infeksi chlamydia trachomatis
pada
serviks, oleh karena kontrasepsi oral dapat menyebabkan ektopi serviks.7
-
Endometritis
Servisitis oleh karena infeksi C. trachomatis
dapat meluas ke endometrium
sehingga
terjadi endometritis. Tanda dari endometritis antara lain menorrhagia dan
nyeri
panggul yang ringan. Pada pemeriksaan laboratorium, chlamydia dapat ditemukan
pada
aspirat endometrium. 5.7
-
Salfingitis (PID)
Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran
infeksi secara ascenden sehingga
infeksi
sampai ke tuba dan menyebabkan kerusakan pada tuba (terjadi tuba scarring).
Hal ini
dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik. 6.10
-
Perihepatitis (Fitz - Hugh - Curtis Syndrome)
Infeksi C. trachomatis dapat meluas dari
serviks melalui endometrium ke tuba
dan
kemudian parakolikal menuju ke diafragma kanan. Beberapa dari penyebaran ini
menyerang
permukaan anterior liver dan peritoneum yang berdekan sehingga
menimbulkan
perihepatitis. Parenchym hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati
biasanya
normal.5
BERBAGAI
METODE UNTUK PEMERIKSAAN CHLAMYDIA TRACHOMATIS
Untuk menunjukkan adanya infeksi genital oleh
C. trachomatis bahan
pemeriksaan
harus diambil uretra atau serviks dengan menggunakan swab kapas
dengan
tangkai metal. Pada wanita C. trachomatis lebih sering dapat diisolasi di
serviks
dari pada uretra.
I. Biakan
Sampai tahun 1980-an diagnosis infeksi C.
trachomatis terutama berdasarkan
pada
isolasi organisma dalam biakan sel jaringan. 4.11
Ini
merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap sebagai
metode
pilihan untuk spesimen medikolegal dimana sensitifitas diperkirakan 80-90 %
2001 digitized by USU digital library 4
dan
spesitasnya 100 %. Yang dapat digunakan adalah sel-sel Mc. Coy yaitu sel-sel
yaitu
sel-sel fibroblas tikus (L-cells).11.12
Biakan sel dapat juga digunakan mencari bahan
inklusi Chlamydia dengan
bantuan
grup spesifik fluorescein - labelled antibodi monoklonal terhadap C.
trachomatis.
Prosedur ini membutuhkan mikroskop fluorescens.2.5
II. Pemeriksaan
Mikroskopik
Pemeriksaan dalam gelas objek diwarnai dengan
pewarnaan giemsa atau larutan
jodium dan
diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pewarnaan Giemsa, Badan
Inklusi
(BI) terdapat intra sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu tua,
sedangkan
dengan pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat.
Jika dibanding dengan cara kultur, pemeriksaan
mikrosopik langsung ini
sensitifitasnya
rendah dan tidak dianjurkan pada infeksi asimtomatik.13
III.
Deteksi Antigen Langsung
Dikenal 2 cara pemeriksaan antigen yaitu :
1. Direct
Fluorescent Antibody (DFA)
Cara ini
merupakan test non-kultur pertama dimana C. trachomatis dapat ditemukan
secara
langsung dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel dengan
fluorescein.
Dengan teknik ini Chlamydia bebas ekstraseluler yang disebut badan
elementer
(BE) dapat ditemukan. Kadang-kadang juga dapat ditemukan badan
inklusi
intrasitoplasmik. Cara ini tidak dapat membedakan antara organisme mati
atau hidup,
tetapi keuntungannya tidak membutuhkan biakan sel jaringan dan
hasilnya
dapat diketahui dalam 30 menit.5.14
2. Enzym
Immuno Assay (EIA)
Banyak
tes-tes yang tersedia saat ini menggunakan teknik ini. Tidak seperti DFA,
EIA bersifat semiautomatik dan sesuai digunakan
untuk memproses spesimen dalam
jumlah
besar.9
IV.
Serologik
Tes serologik tidak digunakan secara rutin dan
luas untuk diagnosi infeksi
traktus
genitalis chlamydial kecuali untuk LGV, oleh karena dijumpai prevalensi
antibodi
pada
populasi seksual aktif yang mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi C.
trachomatis,
yaitu berkisar 45 - 60 % dari individu yang diperiksa.7.9
Walupun tidak selalu dijumpai pada setiap
kasus infeksi genital tanpa
komplikasi,
antibodi terhadap C. trachomatis biasanya timbul setelah infeksi dan dapat
menetap
selama bertahun-tahun. Respon Ig M dapat dilihat pada infeksi episode
pertama.9
Berbagai teknik serologik diaplikasikan untuk
mempelajari infeksi clamydial
antara lain
:
1.
Complement Fixation (CFT)
CFT menggunakan antigen ?group? chlamydia
untuk mendeteksi serum antibodi
terhadap
semua anggota genus ini.14
Konsekwensinya, deteksi antiboditerhadap
antigen lipopolysacharida chlamydial
tidak dapat
membedakan antara infeksi C. trachomatis dengan C. psittaci dan juga
tidak cukup
sensitif untuk deteksi antibodi terhadap C. pneumonia.
2.
Microimmunofluorescence (MIF)
MIF menggunakan antigen chlamydial purifikasi
tertentu yang ditempatkan
diatas
slide kaca bereaksi dengan serum penderita. Test ini sensitif dan spesifik,
dimana pada
sebagian besar kasus dapat memberikan informasi mengenai serotype
infeksi C.
trachomatis. 11.14
2001 digitized by USU digital library 5
Selain di serum, antibodi dapat juga ditemukan
pada sekresi lokal tubuh lainnya
seperti air
mata dan sekresi genital. Antibodi C. trachomatis dapat diklasifikasikan
menurut Ig
(Ig M, Ig G dan Ig A) dengan teknik
ini.5,11
Respon Ig M merupakan ciri infeksi akut dan
terutama digunakan dalam
diagnosis
infant chlamydial pneumonia.l5
Hasil serologik chlamydial biasanya
diinterprestasikan sebagai berikut :
? Infeksi akut ; titer Ig M > l ; 8
dan/atau peningkatan 4 kali lipat atau lebih, atau
penurunan
titer Ig G.
? Infeksi kronik ; titer Ig G tetap tinggi
> l : 256. l5
V. Test DNA
Chlamydia
1. DNA Hibridisasi (DNA Probe)
Test ini
sensitifitasnya kurang dibandingkan
metode kultur yaitu 75-80% dan
spesifitas
lebih dari 99 %.11
2. Nucleic
Acid Amplification.
Teknik
amplifikasi nukleat yang terbanyak dipakai yaitu : Polymerase Chain Reaction
(PCR) dan Ligase Chain Reaction (LCR). Test ini
memiliki sensitifitas dan
spesifisitas
tinggi, dan dapat menggunakan non-invasif spesimen seperti urine untuk
menskrining
infeksi asimtomatik pada wanita maupun pria.4
DIAGNOSIS
Diagnosis
infksi C. trachomatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik
dan
pemeriksaan laboratorium. 7,13
Pemeriksaan
laboratorium merupakan dasar dalam menegakkan diagnosis. Pada
pemeriksaan
laboratorium, infeksi C. trachomatis pada genital ditegakkan bila dijumpai
suatu tes
chlamydial yang positif, serta tidak dijumpai kuman penyebab spesifik. Untuk
laboratorium
dengan fasilitas yang terbatas, sebagai pedoman infeksi C. trachomatis
pada pria
memberi gejala berupa sekret uretra seropurulen/mukopurulen serta
ditemukan
sel PMN > 5 Ipb dan tidak ditemukan diplokok negatif Gram intra/ekstra sel
pada
pemeriksaan sediaan apus sekret uretra. Sedangkan pada wanita adanya sekret
serviks
sero/mukopurulen dan sel PMN > 30 Ipb serta tidak ditemukan kuman diplokok
Gram
negatif intra/ekstraseluler pada sediaan apus atau T. vaginalis.l,9
PENGOBATAN
Penting
untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital oleh C. trachomatis,
mengenai
resiko penularan kepada pasangan seksualnya, Contact tracing (pemeriksaan
dan pengobatan partner seksual) diperlukan untuk keberhasilan pengobatan. 5.7
Untuk pengobatan, Tetrasiklin adalah antibodi
pilihan yang sudah digunakan
sejak lama
untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh C.trachomatis. Dapat diberikan
dengan
dosis 4 x 500 mg/h selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama 14 hari.
Analog dari tetrasiklin seperti doksisiklin
dapat diberikan dengan dosis 2 x l00
mg/h selama
7 hari. Obat ini yang paling banyak dianjurkan dan merupakan drug of
choice
karena cara pemakaiannya yang lebih mudah dan dosisnya lebih kecil.l,7
Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa
sekarang.
Diberikan dengan dosis tunggal l gram sekali minum. 7,13
Regimen
alternatif dapat diberikan :
-
Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7
hari atau 4 x 250 mg/hari selama l4
hari.
- Ofloxacin
2 x 300 mg/hari selama 7 hari
Regimen untuk wanita hamil ;
2001 digitized by USU digital library 6
-
Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari
KESIMPULAN
Chlamydia Trachomatis merupakan penyebab
infeksi genital non spesifik yang
terbanyak
sekarang ini dibandingkan dengan organisma lain, baik di negara maju
maupun
negara berkembang. Diperlukan indentifikasi/diagnosis dini dan pengobatan
yang cepat
dan tepat dalam usaha memutus mata rantai penularan dalam masyarakat
dan
mencegah sequele jangka panjang.
KEPUSTAKAAN
1. Daili
SF. Penatalaksaan Infeksi Chlamydia Trachomatis Genital. Dalam imposium
Prakonas
PERDOSKI IX PMS Surabaya 1999 : 18 - 21.
2. Hutapea
NO, Ramsi RR. Uretritis Non Gonore. Dalam : Penyakit yang ditularkan
Melalui
Hubungan Seksual. FK - USU, Medan 1993 : 47 - 9.
3. Hutapea
NO, Tarigan J. Infeksi Chlamydia di antara Mitra Seksual. Dalam : Kumpulan
Makalah
Ilmiah Konas VII PERDOSKI, Bukit Tinggi 1992 : 171 - 9
4.
Hammerschlag MR. New Diagnostic Methods for Chlamydial Infection. In : Medscape
Womens
Health 4 (5). 1999.
5.
Yudarsono J. Infeksi Chlamydia pada Genitalia. Dalam : Kursus Penyegar Penyakit
Seksual.
PADVI, Bali 1987.
6. Harris
JRW. Foster SM. Genital Chlamydial Infection ; Clinical Aspects, Diagnosis,
Treatment
and Prevention. In : Sexually Transmitted Diseases and AIDS, New York
: Churcill
Livingstone 1991 : 219 - 44.
7. Adimora AA. Hamilton H. Holmes KK, Sparking
PF. Chlamydia Trachomatis Infection
In the
Adult. In : Sexually Transmitted Diseases, 2nd
8. Peeling RW. Brunham RC : Chlamydia as
Pathogens : New Species and New Issues.
Medscape
Inc. 1999.
9. Stamm WE
: Chlamydia Trachomatis Infections in
the Adult. In : Holmes KK et al.
Sexually
Transmitted Diseases 3 rd ed. Mc Graw Hill l999 : 407-22.
l0. Munday,
P. Pelvic Inflammatory Disease in Medicine International Journal, l996. Vol.
l0 (36) :
3,44 - 49.
11.Mardh
PA, Jorma P, Puolakkinen M, Diagnosis of Chlamydial Infections In :
Chlamydia.
New York : Plenum Publishing Co l989 : 71 - 99.
12.Centre
for Disease Control, C. trahomatis Infection. Policy Guidelines for Prevention
and
Control. MMWR l985, 34 (Suppl) : 535 -
745.
l3. Daili
SF, Makes WIB, Zubier F, Yudarsono J. Pemeriksaan Bakteriologik dan Serologik
PMS dan
Infeksi Non Spesifik. Dalam : Penyakit Menular Seksual. Jakarta : Balai
Penerbit
FK-UI l997 : 21 - B.
l4. Morse
AS, Moreland AA, Thomas SE, Infection Caused by Chlamydia trachomatis,
In ; Atlas
of Sexually Transmitted Diseases Philadelpia : JB Lippincott l990.
l5. Spencer
RC. Laboratory Diagnosis of STDs. in : Medicine International l996 : l0 (36)
: l - 7.
2001 digitized by USU digital library 7
KERATOAKANTOMA
PENDAHULUAN
Keratoakantoma adalah suatu tumor jinak kulit
yang sering dijumpai dan
dinyakini
berasal dari folikul rambut.1 Tumor epitel ini bersifat dapat sembuh sendiri
(selft
- limited) dengan gambaran klinis dan
patologi yang menyerupai sinoma sel
skuamosa.2
Gambaran morfologik dan sipat tumor ini
pertama kali dikemukakan oleh Mac
Gormac dan
Scarff pada tahun 1936 yang menyebutnya sebagai ?Molluskum
Sebaceum?.
Istilah keratoakantoma sendiri dikemukakan oleh Freudenthal dan sampai
ini dipakai
secara luas.1.2
Sebagian besar keratoakantoma dijumpai soliter, walaupun kadang-
kadangdapat
pula dijumpai lesi yang multipel. Tumor ini lebih sering dijumpai pada pria
dibanding wanita
dan kebanyakan timbul pada usia pertengahan atau lebih lanjut.4
Paparan sinar matahari diduga memegang peranan
penting didalam
perkembangan
keratoakantoma. Hal ini sesuai dengan lokalisasi yang terbanyak yaitu
pada daerah
yang terpapar sinar matahari, terutama daerah wajah dan lengan.4
Walaupun sebagian besar keratoakantoma dapat
mengalami regresi spontan,
tumor ini
dapat diobati secara pembedahan ataupun
dengan obat-obatan.5
SENONIM
Moluscum Sebaceum, Moluscum
Pseudocarsinomatosum, Self- Healing primary
squamous
carsinoma, verrucome, tumor-like keratosis, idiopathic cutaneous
pseudoepitheliomatous
hyperplasia.1.6
DEFINISI
Keratoakantoma adalah tumor kulit yang terdiri
dari sel-sel skuamosa yang
mengalami
karatinisasi, berasal dari folikel
pilosebaseus dan mengalami resolusi
spontan
jika tidak diobati.7
EPIDEMIOLOGI
Keratoakantoma merupakan neoplasma kulit yang
sering dijumpai, namun
informasi
akurat mengenai insiden yang sebenarnya belum diperoleh.1
Pada ras kulit putih cendrung terdapat sekitar
sepertiga dari jumlah karsinoma
sel
skuamosa. Tumor ini jarang dijumpai pada ras kulit hitam. 7
Pria dikenai sekitar tiga kali lebih sering
dibanding wanita.7 Tumor ini timbul
terutama
pada usia antara 60 sampai 65 tahun, dan walaupun pernah dijumpai pada
bayi,
jarang dijumpai pada usia di bawah 20 tahun.1
ETIOLOGI
Data epidemiologi menunjukan insiden berkaitan
dengan paparan sinar matahari
dan
lokalisasi tumor terutama pada daerah kepala dan ekstremitas atas mendukung hal
ini.7
Belisario menyatakan bahwa pengaruh sinar
matahari memegang peranan besar
terutama
pada tipe soliter.6
Bahan-bahan kimia karsinogenik seperti ter
disebut dapat menimbulkan
keratoakantoma
pada berbagai penelitian dengan hewan percobaan. Secara statistik
terdapat
insiden lebih tinggi dari tumor ini pada perokok dibanding individu yang tidak
merokok.1
Hal lain yang diduga sebagai penyebab
timbulnya karatoakantoma yaitu infeksi
bakteri,
virus dan faktor genetik.1.7
Timbulnya keratoakantoma juga dikaitkan dengan
imunosupresi. Pada penderita
imonusupresi
seperti transplantasi ginjal, leukemia disebutkan mempunyai
2001 digitized by USU digital library 8
kecenderungan berkembangnya keratoakantoma multipel.
Pemberian obat-obat
imunosupresif
disebutkan bukan hanya dapat mempredisposisi timbulnya
keratoakantoma
tetapi juga menyebabkan tranformasi keratoakantoma menjadi
karsinoma
sel skuamosa agresif.8
GAMBARAN
KLINIS
Keratoakantoma timbul dimulai dengan lesi bentuk papular yang kecil, padat,
merah,
berbentuk kubah, menyerupai moluskum kontagiosum. 2.5.7 Lesi ini membesar
secara
cepat dan mencapai ukuran maksimal berdiameter 1 sampai 2 cm dalam waktu
4 sampai 8
minggu. Lesi yang berkembang senpurna membentuk kawah berisi
sumbatan
keratin dan sering kali ditutupi krusta. Kadang-kadang dijumpai
telangiektasia
pada lesi. Epidermis diatas nodul berkilat dan licin, biasanya berwarna
kulit
normal, tetapi kadang-kadang dapat eritematosa.3.6.7 Regresi terjadi secara
spontan
sekitar 6 sampai 8 minggu setelan onset dan involusi sempurna dalam waktu 4
sampai 6
bulan, dapat tanpa jaringan parut namun sering terjadi parut yang
mencekung.3.5
Thomson dalam penelitiannya mendapatkan waktu regresi rata-rata dari
48 kasus
keratoakantoma adalah 17 minggu.6
Sebagian besar keratoakantoma timbul pada
kulit berambut yang terpapar.
Hampr
sekitar 74 % lesi terdapat diwajah dan leher, 17 % timbul dipunggung tangan
atau lengan
bawah dan selebihnya pada berbagai bagian tubuh yang lain seperti
badan,
bahu, paha, bokong dan area anogenital.1.7
Baer dan Kopf mengklasifikasi keratoakantoma
atas 3 tipe yaitu :6
1.
Keratoakantoma soliter
2.
Keratoakantoma multipel
3.
Keratoakantoma eruptif.
Ad.2.
Keratoakantoma Multipel
Tipe ini sering disebut sebagai multipel
self-healing keratoakantoma (tipe
Ferguson
Smith). Lesi-lesi ini identik secara klinis dan histologik dengan tipe soliter.
Dapat timbul dalam jumlah bervariasi , tetapi
umumnya hanya sekitar 3 sampai 10 lesi
pada suatu
lokasi, paling sering dijumpai pada wajah, badan dan genitalia. Biasanya
timbul pada
waktu remaja dan akan mengalami involusi secara spontan.6
Ad.3
Keratoakantoma Eruptif
Tipe ini ditandai dengan erupsi generalisata
dari ratusan papula berbentuk
kubah,
berdiameter 1-3 mm, warna kulit, yang berasal dari folikel rambut.6
HISTOPATOLOGIK
Gambaran histopatologik keratoakantoma dan
karsinoma sel skuamosa derajat
rendah
seringkali amat mirip sehingga sulit
membuat diagnosis pasti hanya
berdasarkan
gambaran histopatologik semata.6
Biopsi para sentral yang harus
mengikutsertakan seluruh luas dan dalam lesi
merupakan
cara pilihan untuk biopsi.2
Bagian tengah lesi menunjukkan kawah yang
berisi keratin eosinofilik. Di
sekeliling
kawah tampak dibentuk oleh invaginasi
epidermis, berupa pinggir epitel yang
meluas ke
sekeliling kawah. Pada dasar dan sisi kawah,terdapat akan tosis dalam
bentuk
pseudoepitelioma hiperplasia. Sel-sel epidermal terdifferensiasi baik dan
ukurannya
lebih besar dan pucat dibanding dengan sel-sel epidermal permukaan, serta
memiliki
sitoplasma eosinoflik. Di luar proliferasi ini sering dijumpai infitrasi
limfosit yang
padat.2.6
Keratoakantoma diyakini berasal dari
proliferasi epitel kelenjar rambut, dan
evolusi dan
regresi tumor ini dipikirkan berkaitan dengan siklus rambut.
DIAGNOSIS
BANDING
2001 digitized by USU digital library 9
Keratoakan dibedakan dari karsinoma sel
skuamosa dari pertumbuhannya yang
lebih cepat
kadang-kadang tumbuh sempurna dalam 2 minggu) dan khas memiliki inti
sentral
berisi karatin yang biasanya tidak dijumpai pada karsinoma sel skuanosa.6
Smoller dkk
menggunakan pola pewarnaan imunohistokimia involukrin dan protein
keratin
untuk membedakan keratoakantoma dan karsinoma sel skuamosa.2.6.8
Selain itu keratoakantoma harus dibedakan dari
keratosis seboroika, cutaneus
horn, kista
epidermoid, pseudoepithelioma hiperplasia, prurigo nodularis, veruka vulgaris
dan liken
planus hipertropik.6.8
Keratoakantoma eruptif harus dibedakan dari
pitiriasis rubra pilaris,
Sklerommyxedema,
liken amiloidosis dan penyakit Kyrle. Perlu dilakukan pemeriksaan
beberapa
lesi popula sampai ditemukan gambaran keratoakantoma yang jelas.6
PENGOBATAN
Walaupun keratoakantoma mengalamin involusi
spontan tetapi tidak bisa
diprediksi
berapa lama lesi akan menghilang. Metode pilihan untuk keratoakantoma
adalah
eksisi sederhana yang komplit.1.6 Mohs chemosurgery telah dipertimbangkan
pula untuk
keratoakantoma yang rekuren atau lesi yang agresif.1 Hasil akhir dari lesi-
lesi yang
dieksisi seringkali secara kosmetik lebih baik dibanding hasil regresi
spontan.1.9
Metode yang lain yaitu kuretase dengan
elektrodesikasi untuk lesi-lesi yang
kecil dan
injeksi intralesi 5 fluorourasil (5-FU) untuk lesi yang lebih besar dan pada
lokasi yang
sulit.2.5.6
Podophyllum resin yaitu podophyllum (20 %)
dalam campuran tincture benzoin
atau
alkohol dapat digunakan untuk pengobatan keratoakantoma. Krusta pada bagian
sentral dihilangkan dan diholeskan obat tersebut
dengan lidi kapas. Ulangi pengobatan
setiap 2
minggu sampai lesi menghilang.5.6
Hampir semua pengobatan keratoakantoma eruptif
memberikan hasil yang
kurang
memuaskan. Vitamin A topikal (Asam retinoid) dan kortikosteroid tidak
bermanfaat.
Methotrexat menunjukkan respon yang bervariasi. Topikal 5-Flurourasil
mungkin
cukup efektif. Gotte mencoba mengobati semua pasiennya dengan krim 5-FU
5 % dan
lesi mengalami involusi sempurna dalam
1-6 minggu.6 Selain itu perna dicoba
pengobatan
dengan retinoid oral (etretinate / isotretinoir) 1 mg/kg/hari selama 8
minggu dan
selanjutnya diturunkan secara perlahan-lahan. Dosis pemeliharaan yaitu
0,5 - 0,75
mg/kg selang sehari diperlukan untuk mempertahankan supresi lesi dan
rekurensi.1.6
Radioterapi juga telah digunakan untuk giant
keratoakantoma bila eksisi atau
metode
elektrosurgikal tidak mungkin dilakukan. Penderita ini diobati dengan cara yang
sama
seperti penanganan karsinoma sel skuamosa. Farina dkk melaporkan 5 kasus
yang
dioabati menggunakan 5000 rads selama 15 - 20 hari dengan semua kasus
memberikan
hasil yang memuaskan.6
Pemilihan pengobatan untuk keratoakantoma
tetap harus disesuaikan pada
tiap-tiap
kasus, tetapi eksisi total tetap merupakan metode pilihan dimana bisa
sekaligus
didapatkan diagnosis yang tepat dan penyembuhan yang sempurna.
PROGNOSIS
Keratoakantoma pada dasarnya adalah suatu
tumor jinak dan memiliki prognosis
yang sangat
baik.9 Biasanya keratoakantoma sembuh secara sempurna.10 Pendapat
adanya
perubahan bentuk keratoakantoma menjadi keganasan ditemukan pada
beberapa
literatus, tetapi sulit mengevaluasinya dan belum ada teori yang objektif
mengenai
pendapat tersebut.1
Rekurensi dapat terjadi setelah dilakukan
eksisi atau kuretase dan sering pada
lesi-lesi
di bibir ataupun jika pengobatan dilakukan pada stadium dini. Rekurensi juga
dapat
terjadi setelah regresi spontan.9
KESIMPULAN
2001 digitized by USU digital library 10
1.
Keratoakantoma adalah suatu tumor jinak kulit yang berasal dari folikel rambut
dan
dapat
mengalami regresi spontan.
2.
Keratoakantoma memiliki gambaran klinis dan histopatologik yang mirip dengan
karsinoma
sel skuamosa namun dapat dibedakan dari pertumbuhan yang cepat dan
bagian
central memiliki kawah yang berisi sumbatan keratin.
0 comments
Post a Comment