Thursday, May 8, 2014

PENILAIAN BIOKIMIA STATUS BESI (Fe)

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja, serta hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi membeerikan hasil yang lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah teknik pengukuran kandungan berbagai zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urine. Hasil pengukuran tersebut  kemudian dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan.
Salah satu contoh penilaian status gizi dengan menggunakan pemeriksaan biokimia adalah penilaian status zat besi.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah gambaran umum zat besi?
2.    Apakah akibat dari defisiensi zat besi?
3.    Bagaimana metode penilaian status besi dengan menggunakan pemeriksaan biokimia? 

BAB II
GAMBARAN UMUM  ZAT BESI

A.  Definisi dan Sumber Zat Besi
Zat besi adalah suatu komponen dari berbagai enzim yang mempengaruhi seluruh reaksi kimia yang penting di dalam tubuh. Besi juga merupakan komponen dari hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dan mengantarkannya ke jaringan tubuh.
Zat besi banyak terkandung di dalam produk hewani terutama daging merah, telur serta ikan. Selain itu zat besi juga banyak terkandung di dalam berbagai jenis kacang-kacangan seperti kacang kedelai dan kacang hijau serta pada berbagai jenis sayuran dan juga buah-buahan. Adapun kandungan zat besi yang terdapat dalam beberapa bahan makanan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1      Kandungan Zat Besi dalam Beberapa Bahan Makanan

Bahan Makanan
Zat Besi (mg/100g)
Hati
Daging Sapi
Ikan
Telur Ayam
Kacang-kacangan
Tepung Gandum
Ssayuran Hijau Daun
Umbi-umbian
Buah-buahan
Beras
Susu Sapi
6,0 - 14,0
2,0 - 4,3
0,5 - 1,0
2,0 - 3,0
1,9 - 14,0
1,5 - 7,0
0,4 - 18,0
0,3 - 2,0
0,2 - 4,0
0,5 - 0,8
0,1 - 0,4

B.  Jenis dan Penyerapan Zat Besi
Zat besi yang berada dalam makanan terdiri dari 2 jenis yaitu jenis heme dan non-heme. Zat besi heme merupakan pembentuk hemoglobin dan mioglobin, terbanyak terdapat pada daging, ikan dan unggas serta olahan darah. Sedangkan jenis makanan yang non-heme terdapat pada makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Selain hal tersebut zat besi juga banyak terdapat pada makanan yang berasal dari eksogen yaitu berupa debu, tanah, air ataupun panci tempat memasak. Bentuk lainnya yang berasal dari eksogen terdapat dalam makanan seperti gandum, gula dan garam yang telah difortifikasi dengan zat besi.
Penyerapan zat besi dimulai dengan pengangkutan zat besi melalui sel-sel mukosa dan dalam darah. Zat besi heme hanya sebesar 5-10% dari besi yang dikonsumsi namun diserap 25% lebih besar dibandingkan dengan non-heme yang hanya 5%. Penyerapan dapat meningkat sampai 50% pada mereka yang mengalami kekurangan besi. Kecepatan penyerapan zat besi ini dibawah kontrol mukosa usus dan dipengaruhi oleh jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh serta zat kimianya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi, antara lain:
1.    Faktor yang memacu penyerapan, seperti vitamin C (asam askorbat), daging, unggas, ikan dan makanan laut lainnya, pH yang rendah (mis: asam laktat) serta keadaan fisiologis seperti kehamilan dan pertumbuhan.
2.    Faktor yang menghambat penyerapan, seperti tannin pada teh, bahan yang mengandung fitat, tingkat keasaman lambung, meningkatnya pergerakan usus serta rendahnya digesti lemak.

C.  Kebutuhan Zat Besi dalam Tubuh
Kebutuhan zat besi pada seseorang sangat tergantung pada usia dan jenis kelamin. Khususnya pada wanita subur (wanita hamil), bayi dan anak-anak lebih beresiko untuk untuk menglami anemia zat besi daripada orang lain. Berikut ini adalah tabel kebutuhan zat besi berdasarkan zat besi yang terserap menurut umur dan jenis kelamin:

Tabel 2.2      Kebutuhan Zat Besi Menurut Umur/Jenis Kelamin

Usia/Jenis Kelamin
µg/kg/hari
mg/hari
4 – 12 bulan
13 – 24 bulan
2 – 5 tahun
6 – 11 tahun
12 – 16 tahun(wanita)
12 – 16 tahun (lelaki)
lelaki dewasa
wanita menyusui
wanita haid
wanita pasca menopause
120
56
44
40
40
34
18
24
42
18
0,96
0,61
0,70
1,17
2,02
1,82
1,14
1,31
2,38
0,96

Kebutuhan zat besi pada wanita lebih banyak daripada laki-laki karena mereka mengalami menstruasi yang datang bulanan. Namun demikian wanita mmpu mengabsorpsi zat besi lebih efisien asalkan makanan lainnya cukup beragam seperti daging, ikan dan sumber vitamin C.
Kekurangan zat besi pada seseorang akan diambilkan dari zat besi cadangan yang ada dalam tubuh namun jika cadangan ini terus menurun maka tubuh akan mengalami kekurangan zat besi yang berlarut-larut dan perlu penanganan segera. Kehilangan zat besi dapat terjadi karena:
1.    Kehilangan besi basal
Kehilangan yang terjadi ini berlangsung tiap hari dan dapat berasal dari keringat, urine, saluran pencernaan dan empedu. Pada laki-laki kehilangan besi basalnya lebih besar disbanding wanita karena memilki luas permukaan tubuh yang lebih kecil.
2.    Kehilangan zat besi karena menstruasi
Semakin banyak jumlah menstruasi pada seorang wanita maka jumlah zat besi yang hilang dari tubuh juga cukup besar. Kehilangan darah ini berbeda-beda untuk tiap orang yang sanfat tergantung pada keturunan, dan besar tubuh.
Faktor lainnya adalah jenis penggunaan alat kontrasepsi yang digunakan seperti IUD akan lebih benyak kehilangan darah dibandingkan dengan pemakaian kontraspesi oral.
Kebutuhan tubuh pada wanita hamil lebih banyak karena selain untuk memenuhi kebutuhan besi basal juga untuk memnuhi kebutuhna plasenta serta janin yang dikandungnya. Dengan semakin bertambahnya umur kehamilan maka kebutuhan zat besi juga semakin meningkat.
Kebutuhan zat besi pada setiap trimester berbeda-beda. Pada awal kehamilan kebutuhan zat besi masih normal bahkan lebih rendah karena tidak mengalami menstruasi dan janin belum membutuhkan banyak zat besi. Pada trimester kedua kebutuhan zat besi meningkat dan akan lebih meningkat lagi pada trimester ketiga seiring bertambahnya kebutuhan zat besi untuk janin yang dikandungnya. Kebutuhan zat besi tersebut tidak dapat dipernuhi hanya dari makanan yang dikonsumsi saja tetapi juga harus ditambahkan dari luar yaitu melalui suplemen tablet besi .
Berbagai pantangan yang diisukan turun menurun kadang dapat memperburuk kondisi ibu hamil. Pantangan-pantangan tersebut antara lain: wanita hamil dilarang makan daging, ikan, hati atau atau makanan lainnya dengan alasan yang tidak mendasar.
Pada wanita menyusui kadar zat besi dalam ASI sebesar 0,5 mg/l dan setelah 4-6 bulan akan turun menjadi 0,3 mg/l. Walaupun demikian cukup rendah masih diimbangi dengan bioavalabilitas yang tinggi. Semakin bertambah usianya maka absorpsi akan semakin bertambah. Selama menyusui kehilangan zat besi tidak begitu banyak namun demikian masih dilaporkan kekurangan zat besi menyusui khususnya neghara berkembang.
Pada bayi, dapat mengabsoprsi lebih banyak zat besi yang ada dalam ASI sedangkan kalau dalam susu sapi hanya antara 10 – 12 %. Namun demikian bayi yang telah berumur lebih dari 4-6 bulan masih harus mendapatkan tambahan zat besi karena sudah tidak cukupnya kandungan zat besi tersebut.
Makanan tambahan untuk bayi juga harus memnuhi kabutuhan zat besinya karena ASI dan susu formula tidak lagi menyediakan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu juga harus cukup mengandung vitamin C yang membantu penyerapan zat besi.
Kekurangan zat besi selain pada bayi juga cukup rawan untuk balita. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh karena konsumsi makanan anak yang kurang dari yang seharusnya mereka konsumsi. Selain karena pada usia tersebut anak-anak juga cukup rawan karena mudah terinfeksi penyakit cacing tambang. Hal ini mudah terjadi pada anak-anak yang tidak senang menggunakan alas kaki. Faktor lain yang cukup berpengaruh adalah kuatnya budaya di negara kita dimana keluarga lebih senang menyediakan konsumsi makanan hewani dengan memprioritaskan pada bapaknya setelah itu anak baru kemudian ibunya.

D.  Fungsi Zat Besi
Zat besi (Fe) merupakan jenis mineral mikro esensial yang mempunyai fungsi penting di dalam tubuh. Zat besi mempunyai fungsi  penting di dalam tubuh antara lain sebagai media transportasi bagi oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan tubuh serta  juga akan berfungsi sebagai katalis dalam proses perpindahan energi di dalam sel. Sebagai jenis mineral mikro esensial, kekurangan  zat besi di dalam tubuh dapat  mengakibatkan beberapa dampak negatif antara lain berkurangnya kekebalan tubuh,  menurunnya daya konsentrasi, menurunnya  daya ingat, menurunnya performa belajar,  mudah marah, berkurangnya  nafsu makan, dan menurunnya kebugaran tubuh.
Di dalam tubuh, fungsi utama  zat  besi adalah  dalam   produksi komponen pembawa oksigen yaitu hemoglobin dan mioglobin. Hemoglobin terdapat di dalam sel darah merah dan  merupakan protein  yang berfungsi untuk untuk mengangkut oksigen ke berbagai jaringan-jaringan tubuh.  Sedangkan mioglobin terdapat di dalam sel otot dan berfungsi untuk menyimpan dan mendistribusikan oksigen ke dalam sel-sel otot. Selain berfungsi  untuk memproduksi hemoglobin dan mioglobin, zat besi juga dapat tersimpan di dalam protein feritin, hemosidirin di dalam hati, serta di dalam sumsum tulang belakang. Sebagai indikator level jumlah zat besi di dalam tubuh,  feritin yang bersirkulasi di dalam darah dapat  digunakan untuk menilai  status zat  besi di dalam tubuh.

E.  Akibat Defisiensi Zat Besi
Perdarahan yang mengakibatkan hilangnya zat besi dari tubuh menyebabkan kekurangan zat besi yang harus diobati dengan pemberian zat besi tambahan.
Kekurangan zat besi juga bisa merupakan akibat dari asupan makanan yang tidak mencukupi. Kekurangan seperti ini sering terjadi selama kehamilan karena sejumlah besar zat besi harus disediakan ibu untuk pertumbuhan janin yang akhirnya menyebabkan anemia defisiensi besi pada ibu hamil tersebut. Anemia karena kekurangan zat besi juga bisa terjadi pada remaja putri yang sedang tumbuh dan mulai mengalami siklus menstruasi, jika mereka mengkonsumsi makanan yang tidak mengandung daging.
Defisiensi besi biasanya terjadi secara perlahan melalui beberapa tingkatan sebelum menjadi anemia. Tahap pertama, simpanan besi di dalam diet menurun tetapi belum sampai menyebabkan penyediaan besi berkurang melalui beberapa tingkatan sebelum menjadi anemia. Pada tahap pertama ini, simpanan besi menurun tetapi proses pembentukan eritrosis belum terganggu. Tahap kedua, besi tidak cukup banyak tersedia di dalam sumsum tulang untuk pembentukan sel sel darah merah pada sistem eritropoisis tetapi belum mengakibatkan kadar Hb menurun. Sedangkan tahap ketiga adalah kadar Hb rendah karena kekurangan besi, oleh karena itu dikenal tiga tingkat status besi yaitu:
1.    Non anemia non defisiensi besi (normal)
2.    Non anemia tetapi defisiensi besi
3.    Anemia defisiensi besi
Anemia Defisiensi Besi merupakan masalah utama bagi seemua kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada kelompok ibu hamil (sekitar 70%) dan pekerja berpenghasilan rendah (40%). Prevalensi anemia pada usia sekolah sekitar 30% dan pada anak balita sekitar 40%.
Status anemia dapat dihitung dengan menggunakan pemeriksaan biokimia zat besi, yaitu dengan mengukur kadar hemoglobin dalam darah. Nilai ambang batas (cut off point) penentuan status anemia menurut WHO dapat dilihat pada tabel 2.3. sedangkan batasan anemia yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan, 1995, dalam bukuPedoman Pemberian Besi bagi Petugas, hal. 2 adalah seperti pada tabel 2.4. 
Tabel 2.3 Batasan Hemoglobin Darah (WHO 1975)
Kelompok
Batas Nilai Hb (g/dl)
Bayi/Balita
Usia Sekolah
Ibu Hamil
Pria Dewasa
Wanita Dewasa
11,0
12,0
11,0
13,0
12,0

Tabel 2.3 Batasan Anemia (Departemen Kesehatan)
Kelompok
Batas Normal (gram %)
Anak Balita
Anak Usia Sekolah
Wanita Dewasa
Laki-Laki Dewasa
Ibu Hamil
Ibu Menyusui > 3 bulan
11
12
12
13
11
12

BAB III
PENILAIAN BIOKIMIA STATUS ZAT BESI

A.  Pengertian Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan biokimia merupakan salah satu metode penilaian status gizi secara langsung yaitu dengan melakukan pengujian laboratoris terhadap kandungan zat gizi dan substansi kimia lain pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja serta beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Contohnya, untuk mengetahui kadar zat besi dalam tubuh dapat dilakukan dengan pemeriksaan biokimia, dimana prosedur pengukurannya akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.
Pemeriksaan biokimia dapat memberikan gambaran tentang kadar zat gizi dalam darah, urine dan organ lain, perubahan metabolik tubuh akibat kurangnya konsumsi zat gizi tertentu dalam waktu lama serta cadangan zat gizi dalam tubuh. Hasil pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan indikasi perubahan status gizi seseorang pada tahap awal atau dini.

B.  Keunggulan dan Kelemahan Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan biokimia bila dibandingkan dengan pemeriksaan lain dalam penilaian status gizi memiliki keunggulan-keunggulan, antara lain:
·      Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini
·      Hasil dari pemeriksaan biokimia lebih objektif, hal ini karena menggunakan peralatan yang selalu ditera dan pada pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga ahli.
·      Dapat menunjang hasil pemeriksaan metode lain dalam penilaian status gizi.
Selain memiliki beberapa keunggulan, pemeriksaan biokimia juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
·      Pemeriksaan biokimia hanya bisa dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme.
·      Membutuhkan biaya yang cukup mahal.
·      Dalam melakukan pemeriksaan diperlukan tenaga yang ahli.
·      Kurang praktis dilakukan di lapangan, hal ini karena pada umumnya pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan yang tidak mudah dibawa kemana-mana.
·      Pada peemeriksaan tertentu spesimen sulit untuk diperoleh, misalnya penderita tidak bersedia diambil darahnya.
·      Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
·      Belumada keseragaman dalam memilih reference (nilai normal). Pada beberapa reference nilai normal tidak selalu dikelompokkan menurut kelompok umur yang lebih rinci.
·      Dalam beberapa penentuan pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan laboratorium yang hanya terdapat di laboratorium pusat, sehingga di daerah tidak dapat dilakukan (Susilowati Herman, 1991, Penentuan Status Gizi Secara Biokimia).

C.  Pemeriksaan Biokimia Zat Besi
Pemeriksaan biokimia zat besi dilakukan untuk mengetahui besarnya kadar zat besi dalam tubuh. Ada beberapa indikator laboratorium yang digunakan untuk menentukan status besi, antara lain:
1.    Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Garby et al. menyatakan bahwa penentuan status anemia yang hanya menggunakan kadar Hb ternyata kurang lengkap, sehingga perlu ditambah dengan pemeriksaan yang lain.
Hemoglobin adalah senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hb dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan Hb yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia. Bergantung pada metode yang digunakan, nilai Hb menjadi akurat sampai 2-3%.
Nilai normal yang paling sering dinyatakan adalah 14-18 gm/100 ml untuk pria dan 12-16 gm/100 ml untuk wanita (gram/100 ml sering disingkat dengan gm% atau gm/dl). Beberapa liiteratur lain menunjukkkan nilai yang lebih rendah, terutama pada wanita, sehingga mungkin pasien tidak dianggap menderita anemia sampai Hb kurang dari 13 gm/100 ml pada pria dan 11 gm/100 ml untuk wanita.
Metode pemeriksaan Hb yang sering digunakan di laboratorium  adalah sebagai berikut:
1.    Metode Sahli
Pada metode ini Hb dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid (hematin/hemin) yang berwarna coklat. Warna yang terbentuk ini kemudian dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang).
Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna ini dibuat dengan pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar.
Prosedur pemeriksaan dengan metode Sahli adalah sebagai berikut:
·      Reagensia:
-       HCl 0,1 N
-       Aquadest
·      Alat/Sarana:
-       Pipet hemoglobin
-       Alat Sahli
-       Pipet Pastur
-       Pengaduk
·      Prosedur Kerja:
a.    Masukkan HCl 0,1 N ke dalam tabung Sahli sampai angka 2
b.   Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan larutan desinfektan (alkohol 70%, betadin,dan sebagainya), kemudian tusuk dengan lancet atau alat lain.
c.    Isap dengan pipet hemoglobin sampai melewati batas, bersihkan ujung pipet, kemudian teteskan darah sampai ke tanda batas dengan cara menggeserkan ujung pipa ke kertas saring/kertas tisu.
d.   Masukkan pipet yang berisi darah ke dalam tabung hemoglobin sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung, kemudian tiup pelen-pelan. Usahakan agar tidak timbul gelembung udara. Bilas sisa darah yang menempel pada dinding pipetdengan cara mengisap HCl dan meniupnya lagi sebanyak 3-4 kali.
e.    Campur sampai rata dan diamkan selama kurang lebih 10 menit.
f.    Masukkan ke dalam alat pembanding, encerkan dengan aquadest sampai warna larutan (setelah diaduk sampai homogen) sama dengan warna gelas dari alat pembanding. Bila sudah sama, baca kadar Hb pada skala tabung.
2.    Metode Cyanmethemoglobin
Pada metode ini hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida (CN2-) membentuk sian-methemoglobin yang brwarna merah. intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Prosedur pemeriksaannya yaitu:
·      Reagensia:
-       Larutan kalium ferrosianida (K3Fe(CN)60,6 mmol/l
-       Larutan kalium sianida (KCN) 1,0 mmol/l
·      Alat/Sarana:
-       Pipet darah
-       Tabung cuvet
-       Kolorimeter
·      Prosedur Kerja:
a.    Masukkan campuran reagen sebanyak 5 ml ke dalam cuvet
b.   Ambil darah kapiler seperti pada metode Sahli sebanyak 0,02 ml dan masukkan ke dalam cuvet di atas,kocok dan diamkan selama 3 ment.
c.    Baca dengan kolorimeter pada lambda 546.

2.    Hematokrit (HCT)
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan cara memutarnya di dalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen (%). Setelah sentrifugasi, tinggi kolom sel darah merah diukur dan dibandingkan dengan tinggi sel darah penuh yang asli. Persentase massa sel merah pada volume darah yang asli merupakan hematokrit.
Hematokrit bergantung sebagian besar pada jumlah sel darah merah, tapi ada beberapa efek (dalam hal jauh lebih sedikit) dari ukuran rata-rata sel darah merah. Nilai normal adalah 40-54% untuk pria dan 37-47% untuk wanita. HCT biasanya hampir 3 kali nilai hemoglobin (dengan menganggap tidak ada tanda hipokromia).
·      Prosedur Penentuan Hematokrit
Prosedur penentuan hematokrit harus dilakukan secara duplikat dengan menggunakan darah kapiler atau darah vena yang diantikoagulasikan dengan EDTA. Pada saat menggunakan proses dengan EDTA ini, akan digunakan tabung kapilerbluebanded yang berisi antikoagulan. Prosedurnya sebagai berikut:
1.      Letakkan satu ujung tabung kapiler dalam setetes darah yang akan diuji, sehingga darah ditarik masuk ke tabung dengan aksi kapilaritas. Isi tabung dengan 10 mm pada ujung seberang. Hapus bagian luar tabung ini dengan penghapus.
2.      Segel ujung tabung yang kosong tersebut dengan penutup kecil atau sealer dengan menempatkan ujung kering tabung hematokrit ke dalam sealant pada posisi vertikal.
3.      Tempatkan ujung yang ditutup pada tabung kapiler terhadap sisi kepala sentrifugasi dan tabung dalam celah radial. Catat nomor posisi dari spesimen ini.
4.      Ulangi nomor 1 dan 3 diatas untuk setiap sampul uji.
5.      Tutup erat penutup sentrifugasi pada bagian atas tabung kappiler dengan aman. Tutup bagian atasnya dan amankan penutupnya. Lakukan sntrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 10000-15000 rpm. Catat bahwa tabung kapiler balans harus juga dimuat ke dalam kepala seentrifugasi jika hanya satu tes yang dilakukan.
6.      Buka tabung-tabung dari sentrifugasi.
7.      Ukur tinggi sel darah merah dengan pembaca hematokrit. Jangan memasukkan buffy coat dalam pembacaan bils kolom eritrosit terbungkus. Jika kurang nyaman, tegakkan tabung kapiler. Ulangi penentuan jika duplikasi berbeda dengan nilai lebih dari 1% atau jika sampel telah rusak selama sentrifugasi.
·      Perhitungan Hasil
Hasil pengukuran dihitung dengan menggunakan rumus:

          Hm =    tinggi volume eritrosit yang dimampatkan        x  100%
                                  Tinggi total volume darah

·      Interpretasi
a.       Nilai Normal
Menurut Wells          Laki-laki          : 42-50 %
                                  Wanita             : 40-48 %
b.      Nilai Abnormal
-       Kurang dari nilai normal pada anemia
-       Lebih dari nilai normal pada polisithademia
3.    Serum Besi
Pada metode ini darah harus dikumpulkan menggunakan tabung terevakuasi bebas elemen tembusan serta hanya menggunakan air terdeionisasi terdistilasi.
·      Prosedur Serum Besi
1.    Berilah label tabung uji dengan blangko, standar, referensi, pool, dan subjek tes masing-masing.
2.    Tambahkan 2,5 ml reagen penyangga besi pada masing-masing tabung.
3.    Pada tabung berblangko tambahkan 0,5 ml standar besi. Pada referensi tambahkan 0,5 ml bahan referensi besi serum. Pada pool tambah dengan 0,5 ml serum pooled. Untuk masing-masing subjek uji, tambahkan 0,5 ml serum pada tabung yang cocok.
4.    Campurkan masing-masing tabung uji secara merata dengan vortex mixer.
5.    Pindahkan masing-masing sampel pada sebuah cuvet.
6.    Pasang pada gelombang 560 nm. Nolkan spektrofotometer pada penyerapan nol dengan blangko reagen.
7.    Baca dan catat penyerapan awal sampel blangko, standar, referensi dan uji. Kembalikan sampel-sampel itu pada tabung yang sesuai setelah dilakukan pembacaan. Ini merupakan penyerapan awal (Ainitial) yang diukur agar dilakukan pertimbangan mengenai perbedaan-perbedaan dalam turbiditas sampel.
8.    Tambahkan 0,05 ml reagen warna besi pada masing-masing tabung. Campur masing-masing tabung dan biarkan berdiri selama kira-kira 10 menit dalam air pada 37C.
9.    Pindahkan isi masing-masing tabung pada cuvet. Kemudian baca lagi dan catat penyerapan sampel blangko, standar, referensi, pool dan uji, menggunakan blangko untuk membuat nol penunjukan spektrofotometer. Ini merupakan penyerapan akhir (Afinal).

·      Perhitungan Hasil
Jika standar besi berisi 500 µg/dl, konsentrasi besi serum (µg/dl) dari sampel dihitung dengan menggunakan rumus berikut:


Faktor konversi  pada satuan SI (µmol/L)= x0,179

4.    Transferrin Saturation (TS)
5.      Penentuan kadar zat besi dalam serum merupakan satu cara menentukan status besi. Salah satu indikator lainnya adalah total iron binding capacity (TIBC) dalam serum. Kadar TIBC ini meningkat pada penderita anemia karena kadar besi dalam serum menurun dan TIBC meningkat pada keadaan defisiensi besi maka rasio dari keduanya (transferrri saturation) lebih sensiif. Rumus tersebut adalah sebagai berikut:

6.      Apabila TS> 16%, pembentukan sel-sel darah merah dalam sumsum tulang berkurang dan keadaan ini disebut defisiensi besi untuk eritropoiesis.

7.    Free Erythrocyte Protophorphyrin (FEP)
Apabila penyediaan zat besi tidak cukup banyak untuk pembentukan sel-sel darah merah di sumsum tulang maka sirkulasi FEP di darah meningkat walaupun belum nampak anemia. Dengan menggunakan fluorometric assay, maka penentuan FEP lebih cepat digunakan. Satuan untuk FEP dinyatakan dalam µg/dl darah atau µg/dl darah merah. dalam keadaan normal kadar FEP berkisar 35 ± 50 µg/dl RBC tetapi apabila kadar FEP dalam darah lebih bessar dari 100 µg/dl RBC menunjukkan individu ini menderita kekurangan besi.
·      Prosedur Free Erythrocyte Protophorphyrin
Prosedur Free Erythrocyte Proyophorphyrin adalah sebagai berikut:
1.    Tekan tombol “ON” pada hematofluorometer dan sisipkan blank glass cover slip ke dalam pemegang sampel.
2.    Tekan tombol “MEASURE” dan catat pembacaan pada blank glass cover slip. Gunakan hanya blank glass cover slip dengan pembacaan dari 000-006.
3.    Gunakan pipet pasteur plastik untuk menempatkan setetes darah penuh (kira-kira 20 µL) di atas blank glass cover slip dengan cara menyebarkannya, sehingga berhubungan pada posisi lubang.
4.    Tekan tombol “MEASURE” dan catat pembacaan. Jangan substraksikan pembacaan paada blank  cover slip.
5.    Ulangi (4) setelah 10-15 detik lewat dan kemudian kesampingkan glass cover slip.
6.    Untuk kontrol darah, ambil setetes darah (sekitar 35 µL) di atas glass cover slip yang bersih dengan menekan botol. Campurkan tetesan darah dengan ujung botol kemudian pindahkan tutup botol.
7.    Tekan tombol “MEASURE” dan catat pembacaan. Kesampingkan glass cover slip.
8.    Periksa kontrol-kontrol darah pada permukaan dan akhir setiap hari atau setelah 50 pengujian yang bisa diterapkkan. Nilai kontrol rendah, medium dan tinggi harus ada harga yang dinyatakan.
·      Perhitungan Hasil
Konsentrasi zink protophorphyrin yang dinyatakan dengan µmol/L RBC dapat dihitung menggunakan rumus berikut, yang dalam hal ini hematokrit dinyatakan sebagi fraksi volume dari paket sel darah merah:


Konsentrasi zink protoporphyrin juga dapat dinyatakan dalam µg/dL darah penuh sedangkan faktor konversi pada satuan SI (µmol/L) = x 0,0177.

8.    Serum Ferritin
Untuk menilai status besi dalam hati perlu dilakukan pengukuran kadar ferritin. Menurut Cook (dalam Mahdi Anwar Husain, 1989) banyaknya ferritin yang dikeluarkan ke dalam darah secara proporsional menggambarkan banyaknya simpanan zat besi di dalam hati. Apabila didapatkan serum ferritin sebesar 30 mg/dl RBC berarti di dalam hati terdapat 30 x 10 mg = 300 mg ferritin.
Untuk menetukan kadar ferritin dalam darah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu cara radio immuno assay (RIA) atau dengan cara enzyme-linked immuno assays (ELISA) yang tidak menggunakan isotop tetapi enzim.
Dalam keadaan normal rata-rata SF untuk laki-laki dewasa adalah 90 µg/l dan wanita dewasa adalah 30 µg/l. Perbedaan kadar serum ferritin ini menggambarkan perbedaan banyaknya zat besi pada tubuh dimana laki-laki tiga kali lebih banyak daripada wanita. Apabila seseorang mempunyai kadar SF< 12 maka orang tersebut dinyatakan sebagai kurang besi.
·      Prosedur Penentuan Serum Ferritin
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan uji penentuan serum ferritin, yaitu serum standar, pool, referensi dan uji semua harus dianalisa secara ganda serta biarkan tracer dan standar  untuk menyesuaikan dengan temperatur ruang sebelum penggunaan. Adapun prosedur pengukurannya adalah sebagai berikut:
1.    Berilah label pada tabung-tabung: backgroun, blangko, 5.0, 10.0, 25.0, 100, 250, 1000, 2500,  poolreference, dan tabung untuk masing-masing subjek.
2.    Tambahkan 50 mL pada masing-masing serum standar, pool, referensi dan tes pada tabung-tabung yang bersangkutan. Mulai pertama kali dengan larutan yang paling encer.
3.    Campurkan reagen tracer/Immunobead dengan hati-hati menggunakan batang pengaduk. Kesampinkan tabung background sampai langkah 8.
4.    Kocok rak tabung-tabung agar tercampur isinya (vortex tidak perlu) lalu inkubasikan selama 30 menit pada 21-30C (suhu ruang).
5.    Tambahkan 3,0 ml saline pada semua tabung (mixing tidak diperlukan pada tahap ini).
6.    Sentrifugasikan semua tabung selam 10 menit pada kecepatan 1500 x gr/dl pada 4o C untuk mengendapkan padatan-padatan pada dasar tabung. Proseslah dengan cepat sampai langkah berikutnya.
7.    Ambillah supernatant pada masing-masing tabung dengan menggunakan peralatan hisap khusus.
8.    Sisipkan semua tabung (termasuk tabung background) ke dalam counter sinar gamma dengan memperhatikan urutan tabung yang sesuai dengan jumlah counter gamma.
9.    Hitung setiap tabung sebentar dengan counter gamma.
·      Perhitungan Hasil
-       Catat perhitungan rata-rata per ment (CPM) untuk masing-masing sampel standar, kontrol dan uji.
-       Substraksikan harga rata-rata CPM pada standar nol dari CPM tiap-tiap sampel standar, kontrol dan uji untuk menghasilkan net CPM.
-       Plotkan net CPM masing-masing standar pada Y-axis kertas semilog 4 siklus dan konsentrasi ferritin yang bersangkutan (ng/ml) pada X-axis.
-       Baca dari kurva standar konsentrasi ferritin (ng/ml) sampel uji dan sampel kontrol dari net CPM yang berkaitan dengannya. Konversi pada satuan SI (mg/L) = x 1.0

9.    Serum Unsaturated Iron Binding Capacity (UIBC)
·      Prosedur Penentuan Serum Unsaturated Iron Binding Capacity (UIBC)
1.    Berilah label pada tabung uji dengan blangko, standar, referensi, pool dan subjek tes masing-masing.
2.    Tambahkan 2,0 ml reagen penyangga UIBC pada masing-masing tabung.
3.    Pada blangko tambahkan 1, ml air bebas besi. Pada standar tambahkan 0,5 ml standar besi plus 0,5 ml air bebas besi. Pada yang rreferensi tambahkan 0,5 ml bahan referensi serum plus 0,5 ml standar. Sedangkan untuk masing-masing subjek uji tambahkan 0,5 ml serum pada tabung yang sesuai plus 0,5 ml standar.
4.    Campurkan masing-masing tabung uji secara merata dengan vortex mixer.
5.    Pindahkan masing-masing sampel pada sbuah cuvet.
6.    Pasang dengan panjang gelombang 560 nm. Nol-kan spektrofotometer pada penyerapan nol dengan blangko reagen.
7.    Baca dan catat penyerapan awal sampel blangko, standar, referensi dan uji. Kembalikan sampel-sampel itu pada tabung yang sesuai setelah dilakukan pembacaan. Ini merupakan penyerapan awal (Ainitial) yang diukur agar dilakukan pertimbangan mengenai perbedaan-perbedaan dalam turbiditas sampel.
8.    Tambahkan 0,05 ml reagen warna besi pada masing-masing tabung. Campur tiap-tiap tabung dan biarkan berdiri selama kira-kira 10 menit dalam air pada 37oC. Setelah itu, pindahkan isi masing-masing tabung pada cuvet.
9.    Baca lagi dan catat penyerapan sampel blangko, standar, referensi, pool dan uji, menggunakan blangko untuk membuat nol penunjukan spektrofotometer. Ini merupakan penyerapan akhir (Afinal). Kadang-kadang perbedaan antara penyerapan akhir dan penyerapan awalmungkin sangat kecil karena ketidakjenuhan transferrin dengan besi. Jika ini terjadi, sampel harus diencerkan (1 bagian serum dan 1 bagian air bebas besi) dan tes diulang. Hasilnya yang dihitung menggunakan persamaan di bawah, kemudian harus dikalikan dengan 2,0.
·      Perhitungan Hasil
Jika standar besi berisi 500 mg/dl, kapasitas pengikat besi tidak jenuh dari serum (mg/dl) sama dengan:


Artikel Terkait

0 comments

Post a Comment

Cancel Reply