Saturday, May 10, 2014

TERAPI DENGAN NaI-131 PADA PENYAKIT TIROID

I.       TUJUAN
Pedoman ini bertujuan untuk membantu klinisi dalam merawat pasien dengan penyakit tiroid baik itu untuk penyakit tiroid yang jinak maupun yang ganas, terutama untuk pedoman bagi spesialis kedokteran nuklir dalam memberikan terapi iodium radioaktif (NaI-131).  Di dalam pedoman ini juga akan dibahas mengenai penilaian pasien dengan penyakit tiroid yang akan diberikan terapi NaI-131, tatalaksana pemberian terapi NaI-131, dan pemahaman tentang akibat yang dapat ditimbulkan dari pemberian terapi NaI-131.

II.    LATAR BELAKANG
Iodium radioaktif, dalam hal ini I-131, mempunyai perangai biokimia yang sama dengan iodium stabil/non-radioaktif (I-127), yaitu hampir seluruhnya akan ditangkap (uptake) dan diakumulasi di kelenjar tiroid. Iodium radioaktif memiliki sifat fisik yang mampu memancarkan sinar beta dan gamma. Melalui sinar gamma yang dipancarkan, I-131 dapat digunakan untuk pencitraan (imaging) kelenjar tiroid. Sedangkan sinar beta dapat digunakan untuk terapi karena kemampuannya mengablasi sel-sel folikel tiroid yang fungsional.
Iodida merupakan bahan baku pembentukan hormon tiroid yang dalam proses pembentukannya akan menjalani 2 tahapan penting, yaitutrapping (pengumpulan) dan organifikasi. Kemampuan jaringan tiroid dalam menangkap (uptake) iodida tersebut menggambarkan kinetikanya dalam kelenjar tiroid, dan secara tidak langsung menggambarkan pula fungsi dari kelenjar tiroid tersebut.
Terapi penyakit tiroid jinak maupun ganas dengan I-131 merupakan modalitas yang telah digunakan secara luas sejak tahun 1940-an. Energi radiasi dari sinar beta yang dimiliki oleh I-131 akan mengablasi jaringan tiroid fungsional sehingga diharapkan produksi hormon tiroid dan ukuran dari kelenjar tiroid akan berkurang. Yang dimaksud dengan penyakit tiroid jinak adalah hipertiroidi dan struma multinodosa atau struma difusa non-toksik. Di Amerika Serikat terapi NaI-131 merupakan terapi pilihan pertama untuk pasien dengan hipertiroidi; namun di Eropa dan Jepang terapi NaI-131 baru dilakukan apabila terjadi kegagalan dengan obat anti-tiroid (OAT).
Penyakit keganasan tiroid yang dapat diberikan terapi NaI-131 adalah karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (KTB). KTB merupakan keganasan yang berasal dari jaringan epitel folikel tiroid dan masih dapat mensintesis tiroglobulin dan mengakumulasi iodium. KTB dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan histopatologis yaitu folikuler, papilifer, dan campuran. Terapi utama dari KTB adalah tiroidektomi total, dilanjutkan dengan terapi adjuvan yaitu ablasi menggunakan NaI-131 dan terapi supresi hormon tiroid. Kombinasi tiroidektomi total, ablasi dengan NaI-131, dan supresi dengan hormon tiroid terbukti dapat menurunkan angka kekambuhan dan meningkatkan angka harapan hidup dari penderitan dengan KTB. Terapi NaI-131 pada KTB diberikan berdasarkan pada stratifikasi risiko.
Dokter yang bertanggung jawab dalam memberikan terapi pada pasien dengan penyakit tiroid tersebut harus dapat memahami patofisiologi klinis dan proses penyakitnya serta harus dapat bekerja sama dengan dokter spesialis lain yang terlibat dalam penatalaksanaan pasien tersebut. Di Amerika Serikat, dokter yang dapat memberikan terapi NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir, radiologi, radioterapi, atau dokter yang memiliki sertifikat pelatihan dan kompetensi serta pengalaman dalam melakukan pemberian terapi NaI-131 secara aman. Di Eropa, dokter yang dapat memberikan terapi NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir atau radioterapi. Di Indonesia, berdasarkan permenkes No.008 tahun 2009, dokter yang dapat memberikan terapi NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir.
Izin kepemilikan NaI-131 dan peraturan mengenai batas paparan radiasi pada pasien yang diberikan terapi NaI-131 bervariasi antar negara. Dokter yang memberikan terapi NaI-131 haruslah mengetahui dan mematuhi semua hukum dan peraturan yang ada di negara tersebut.
Fasilitas tempat pemberian terapi NaI-131 harus memiliki personil paramedis yang berkompeten, peralatan keselamatan radiasi, dan prosedur mengenai penanganan sampah dan limbah radiasi, pengawasan staf personil terhadap risiko kecelakaan kontaminasi, dan pengaturan dari pencemaran udara dari NaI-131.

III. DEFINISI
·         I-131 adalah suatu radionuklida yang memancarkan partikel beta dengan waktu paruh 8.1 hari, dan juga memiliki energi sinar gamma sebesar 364 KeV dan energi maksimum dari partikel beta sebesar 0.61 MeV, dan jarak penetrasi terhadap jaringan berkisar 0.8 mm.
·         Terapi iodium radioaktif adalah pemberian NaI-131 (I-131 disenyawakan dengan Na) secara oral.
·         Penyakit tiroid jinak adalah Graves (struma difusa toksik), struma nodusa/multinodosa toksik dan nontoksik, dan nodul tiroid otonom (NTO) toksik maupun nontoksik.
·         Penyakit tiroid ganas adalah karsinoma tiroid berdiferensiasi yang mampu mensintesis tiroglobulin dan menangkap NaI-131.
IV.             INDIKASI dan KONTRAINDIKASI TERAPI NaI-131
A.  INDIKASI
1.      Penyakit tiroid jinak
·         Hipertiroidi;
·         Nodul tiroid otonom (NTO), toksik atau non-toksik;
·         Struma multinodosa nontoksik.
2.      Keganasan tiroid
·         Terapi adjuvan karsinoma tiroid berdiferensiasi pasca-tiroidektomi total;
·         Metastasis karsinoma tiroid berdiferensiasi pasca-tiroidektomi total.
B.  KONTRAINDIKASI
Terapi NaI-131 tidak boleh diberikan pada penderita yang sedang hamil dan menyusui.

A.       TATALAKSANA
A.    Persiapan Pasien
1.      Untuk semua penderita
a.       Penderita harus menghentikan konsumsi obat yang mengandung iodium, suplemen iodium, hormon tiroid, dan obat lainnya yang berpotensi mempengaruhi penangkapan NaI-131 di jaringan tiroid dalam waktu yang telah ditentukan. (lihat lampiran tabel 1);
b.      Penderita diminta untuk mengkonsumsi makanan rendah iodium selama 7 – 10 hari sebelum terapi NaI-131 untuk meningkatkan kemampuan jaringan tiroid menangkap NaI-131 (lihat lampiran tabel 2);
c.       Sebelum diberikan terapi NaI-131, penderita diminta puasa minimal 6 – 8 jam untuk mengoptimalkan penyerapan NaI-131 di dalam saluran cerna dan baru boleh makan satu jam setelah pemberian NaI-131;
d.      Sebelum diberikan terapi NaI-131, penderita wanita usia produktif harus yakin bahwa dia sedang tidak hamil; bila perlu dilakukan tes kehamilan;
e.       Dokter yang memberikan NaI-131 harus memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai prosedur, pengobatan, hasil yang diharapkan dari terapi NaI-131 dan efek samping yang mungkin terjadi.
f.       Surat persetujuan (informed consent) harus ditandatangani pasien sebelum pemberian terapi NaI-131.


2.      Untuk penderita penyakit tiroid jinak
a.       Hasil pemeriksaan kadar hormon tiroid (T4 bebas dan T3 bebas) dan thyroid stimulating hormone (TSH) yang terkini harus tersedia.
b.      Kemampuan penangkapan NaI-131 oleh kelenjar tiroid diketahui melalui pemeriksaan radioiodine uptake (RAIU), atau secara kualitatif melalui pemeriksaan sidik tiroid. Pemeriksaan ini akan membedakan antara hipertiroidi dari penyebab tirotoksikosis lainnya.
c.       Pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita berusia lanjut, penyakit kardiovaskuler, struma multinodosa yang besar dan mendapat terapi NaI-131 dalam dosis tinggi, atau penyakit sistemik berat lainnya, maka pemberian OAT pre-terapi NaI-131 dapat diberikan untuk menurunkan kadar hormon tiroid.
d.      OAT dihentikan paling kurang 5 hari sebelum pemberian terapi NaI-131 dan dapat dilanjutkan kembali 5 hari sesudahnya.
e.       Obat penyekat beta (beta-blocker) dapat diberikan untuk mengendalikan gejala hipertiroidi; obat penyekat beta ini tidak perlu dihentikan pada saat pemberian terapi NaI-131.
f.       Surat persetujuan (informed consent) harus menjelaskan hal-hal di bawah ini:
·         Kemungkinan diperlukan pemberian terapi NaI-131 lebih dari 1 kali
·         Kemungkinan terjadinya hipotiroidi setelah terapi NaI-131 yang memerlukan pengobatan dengan hormon tiroid seumur hidup sebagai pengganti.
·         Kemungkinan timbulnya atau perburukan dari oftalpmopati.
·         Kemungkinan terjadinya rasa tidak nyaman di leher yang bersifat sementara atau perburukan gejala hipertiroidi (walaupun sangat jarang) yang disebabkan oleh tiroiditis akibat radiasi.

3.      Untuk penderita keganasan tiroid
a.       Sebelum terapi NaI-131, konsumsi hormon tiroid terlebih dahulu harus dihentikan selama 4–6 minggu (atau bila mengkonsumsi T3 cukup dihentikan selama 2 minggu), tujuannya untuk meningkatkan kadar serum TSH menjadi > 30 uIU/mL. Peningkatan kadar serum TSH tidak akan terjadi bila volume sisa jaringan tiroid fungsional masih cukup besar;
b.      Penghentian konsumsi hormon tiroid tidak perlu dilakukan bila diberikan recombinant human TSH (rhTSH), sehingga hipotiroidi dapat dicegah;
c.       Foto rontgen thoraks dan pemeriksaan darah rutin serta hitung jenis perlu dilakukan sebelum pemberian terapi NaI-131. Foto rontgen thoraks diperlukan untuk mengetahui terjadinya metastasis yang terjadi di paru, sedangkan pemeriksaan darah rutin dan hitung jenis diperlukan untuk mengetahui terjadi supresi hematologi di sumsum tulang;
d.      Hasil pemeriksaan TSH yang terkini dan laporan operasi serta hasil histopatologi harus tersedia pada penderita pasca-tiroidektomi total;
e.       Parameter yang digunakan untuk menilai keberhasilan terapi NaI-131 pada penderita karsinoma tiroid berdiferensiasi adalah kadar tiroglobulin serum dengan syarat antibodi antitiroglobulin negatif, para pakar umumnya sepakat kadar tiroglobulin > 3 ng/dL menunjukkan masih adanya sisa jaringan tiroid atau metastasis yang fungsional.
f.       Pemantauan setelah terapi (operasi maupun ablasi dengan NaI-131) untuk mendeteksi sisa jaringan tiroid atau metastasis atau kekambuhan melalui pencitraan NaI-131 diagnostik tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan efek stunning pada jaringan tiroid, yang akan menyebabkan resistensi terhadap pemberian terapi NaI-131 berikutnya; sebagai alternatif dapat digunakan radiofarmaka lainnya (seperti: Tc-99m MIBI, dll) atau pencitraan dengan menggunakan PET FDG;
g.      Surat persetujuan (informed consent) harus menjelaskan hal-hal dibawah ini:
·         Tujuan pemberian terapi NaI-131 adalah untuk menghancurkan sisa jaringan tiroid fungsional dan keganasan tiroid.
·         Kemungkinan diperlukan pemberian terapi NaI-131 lebih dari 1 kali
·         Efek samping dapat termasuk mual, terkadang hingga muntah, nyeri di kelenjar saliva, berkurangnya cairan saliva dan kemampuan mengecap, nyeri dan bengkak pada leher bila jumlah sisa jaringan tiroid masih banyak, dan penurunan sel darah putih yang mengakibatkan peningkatan risiko terjadinya infeksi; efek samping tersebut bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.

B.     Pemberian terapi NaI-131
1.      Untuk semua penderita
a.       Dokter yang merawat harus mendapatkan riwayat kesehatan penderita yang berhubungan dengan penyakit tiroid dan melaksanakan pemeriksaan fisik secara langsung;
b.      Dosis kumulatif dari NaI-131 yang telah diberikan kepada penderita harus dicatat ke dalam rekam medis;
c.       Dokter yang merawat harus memastikan bahwa pemeriksaan laboratorium yang tepat telah dilaksanakan dan dianalisa;
d.      Identitas penderita harus dicatat dengan benar untuk menghindari kesalahan, hal ini disesuaikan dengan kebijakan di rumah sakit tersebut.
e.       Terapi dengan NaI-131 dapat diberikan dalam bentuk cairan atau di dalam kapsul, namun dosis aktivitas tetap harus dipastikan sebelum diberikan kepada penderita. Apabila diberikan dalam bentuk cairan maka harus dilakukan tindakan untuk mengurangi penguapan selama proses persiapan radiofarmaka dengan cara menyediakan sistim penyaring yang baik dan segera diberikan kepada penderita;
f.       Dosimetri radiasi untuk pasien dewasa dapat dilihat pada lampiran tabel 3 dan 4.

2.      Pemilihan dosis untuk penderita hipertiroidi
Berbagai metode dalam menentukan dosis aktivitas NaI-131 telah digunakan pada penderita dengan hipertiroidi. Metode yang sering digunakan di Amerika Serikat adalah menggunakan perkiraan ukuran kelenjar tiroid dan hasil RAIU 24 jam untuk menghitung jumlah aktivitas NaI-131 yang diinginkan di kelenjar tiroid. Aktivitas NaI-131 yang diinginkan adalah 2.96 – 7.4 MBq (8 - 200 uCi)/gram jaringan tiroid. Dosis radiasi di kelenjar tiroid dipengaruhi oleh RAIU serta waktu paruh biologis dan efektif dari NaI-131. Waktu paruh biologis ini sangat bervariasi. Batas atas dosis aktivitas di kelenjar tiroid (7.4 MBq/gram [200 uCi/gram]) dapat digunakan untuk penderita dengan struma nodosa, struma difusa toksik berukuran sangat besar, dan pemberian ulang terapi. Di Eropa dan Indonesia, dosis NaI-131 yang diberikan berdasarkan dosis empiris (185 - 555 MBq [5 – 15 mCi]).

3.      Pemilihan dosis untuk penderita keganasan tiroid
a.       Berbagai metode telah digunakan untuk menentukan dosis aktivitas NaI-131 untuk penderita dengan keganasan tiroid, diantaranya adalah:
·         Untuk ablasi sisa jaringan tiroid pasca-operasi, aktivitas NaI-31 yang dapat diberikan berkisar antara 2.75 – 5.5 GBq (75-150 mCi) tergantung dari RAIU dan jumlah sisa jaringan tiroid.
·         Untuk terapi sisa keganasan tiroid dan metastasis kelenjar getah bening di leher dan mediastinum, aktivitas NaI-131 yang dapat diberikan berkisar antara 5.55 – 7.4 GBq (150 – 200 mCi).
·         Untuk terapi metastasis jauh, aktivitas NaI-131 yang dapat diberikan biasanya > 7.4 GBq (> 200 mCi).
·         Dosis radiasi terhadap sumsum tulang membatasi pemberian NaI-131; beberapa ahli menyarankan paparan radiasi terhadap sumsum tulang tidak melebihi 200 rad. Dosimetri yang lebih tepat diperlukan pada penderita yang akan mendapat terapi NaI-131 dalam dosis yang sangat besar;
·         Untuk mengurangi toksisitas, retensi NaI-131 di dalam tubuh pada 48 jam pasca pemberian harus < 4.44 GBq (120 mCi) atau < 2.96 GBq (80 mCi) jika terdapat metastasis paru yang difus;
·         Dosis kumulatif maksimal dari NaI-131 yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 (satu) Curie (Ci).
b.      Pemberian lithium karbonat secara oral dapat memperpanjang waktu paruh biologis dari NaI-131 dan dapat berguna pada penderita yang memiliki metabolisme iodium yang cepat;
c.       Penderita harus banyak minum selama beberapa hari (untuk meningkatkan frekuensi dan volume berkemih) dan peningkatan aliran kelenjar saliva (dengan menggunakan permen asam) dapat membantu mengurangi paparan radiasi di kandung kemih dan kelenjar saliva. Penderita disarankan untuk buang air besar minimal 1 kali dalam sehari untuk mengurangi paparan radiasi di dalam usus besar, yang dapat dilakukan dengan memberikan pencahar.
d.      Paling tidak 1 minggu setelah pemberian terapi NaI-131 harus dilakukan pencitraan untuk tujuan staging.

C.       Perawatan untuk penderita keganasan tiroid
1.      Penderita harus menghindari bertemu dengan orang lain untuk mengurangi paparan radiasi yang tidak perlu kepada mereka sehingga penderita perlu dirawat isolasi; instruksi tertulis perlu diberikan kepada pasien.
2.      Setelah mendapat terapi NaI-131, penderita tidak boleh hamil selama paling kurang 6 bulan (penderita hipertiroidi) dan 12 bulan (penderita KTB);
3.      Jika penderita harus dirawat inap (isolasi), staf keperawatan harus dapat menjalankan prosedur keselamatan radiasi dengan baik. Staf keperawatan yang terlatih harus dilengkapi dengan alat pemantau radiasi yang baik (film badge, dosimeter, dll);
4.      Penderita diperkenankan pulang bila paparan radiasi sudah dalam batas yang aman (< 1 mrad/jam/m);
5.      Setiap penyakit penyerta lain harus dicatat dan perencanaan untuk penanganan kasus kedaruratan pada saat perawatan (isolasi) harus disiapkan. Pada keadaan darurat, penanganan kedaruratan harus diprioritaskan terlebih dahulu sebelum masalah mengenai paparan radiasi;
6.      Pemantauan radiasi harus dilakukan secara rutin oleh dokter yang merawat;
7.      Laporan untuk dokter pengirim perlu dibuat dengan mencantumkan prosedur pemberian terapi NaI-131, data riwayat penderita yang penting, hasil pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, saran mengenai terapi supresi hormon tiroid dan pemeriksaan untuk pemantauan pasca-terapi NaI-131 serta menjelaskan bahwa informed consent telah diperoleh sebelum pemberian terapi NaI-131.
8.      Satu minggu setelah pemberian terapi NaI-131, penderita diberikan terapi supresi hormon tiroid dengan dosis awal 100 mikrogram per hari, dan penyesuaian dosis hormon tiroid berdasarkan pemeriksaan kadar TSH 1 bulan kemudian.

V.    PEMANTAUAN
1.      Untuk penderita dengan hipertiroidi
Efek samping yang mungkin dapat terjadi pada penderita hipertiroidi setelah terapi dengan NaI-131 antara lain adalah:
a.       Eksaserbasi tirotoksikosis yang jarang terjadi (biasanya terjadi dalam satu minggu setelah terapi);
b.      Pembengkakan di daerah tiroid dan mulut kering (biasanya ringan dan dapat hilang sendiri);
c.       Hipotiroidi sementara (biasanya 3-6 bulan pasca pengobatan);
d.      Hipotiroidi menetap (dipantau dengan menentukan kadar serum TSH dan free T4 secara periodik 3-6 bulan sekali);
e.       Bila dalam 3-6 bulan belum menunjukan adanya perbaikan secara klinis maupun hasil laboratorium, terapi dengan NaI-131 dapat diulang kembali.

2.      Untuk pasien dengan keganasan tiroid
a.       Pemeriksaan kadar TSH, tiroglobulin, dan antibodi anti-tiroglobulin serta ultrasonografi (USG) leher dilakukan setiap 6 bulan sekali. Pemeriksaan dilakukan dengan sebelumnya menghentikan pemberian terapi supresi hormon tiroid selama 4 – 6 minggu dengan tujuan meningkatkan kadar serum TSH 10 kali dari batas atas nilai normal (> 30 uIU/ml);
b.      Bila kadar TSH > 30 uIU/L dan kadar tiroglobulin < 3 ng/dL serta titer antibodi anti-tiroglobulin negatif, maka ini menunjukkan tidak ada lagi sisa jaringan tiroid fungsional atau metastasis; akan tetapi bila kadar tiroglobulin > 3 ng/dL serta antibodi anti-tiroglobulin positif, maka perlu dilakukan pencitraan NaI-131 diagnostik untuk  mendeteksi lokasi dari keganasan;
c.       Bila pencitraan NaI-131 diagnostik positif, kadar TSH dan tiroglobulin tinggi (> 3 ng/dL), maka penderita diberikan lagi terapi NaI-131 dengan dosis 5.55 – 7.4 GBq (150 - 200 mCi) dan dirawat di kamar isolasi;
d.      Penderita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan yang sama setiap 6 bulan sekali sampai dinyatakan ” bersih”  dengan kadar tiroglobulin terstimulasi < 3 ng/dl (TSH > 30 uIU/L) dan antibodi anti-tiroglobulin negatif.
e.       Bila kadar serum tiroglobulin terstimulasi tetap tinggi, walaupun pencitraan NaI-131 negatif, merupakan indikasi untuk melanjutkan terapi NaI-131. Dosis NaI-131 kumulatif maksimal yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 (satu) Curie.
f.       Bila dalam 2 kali waktu pemantauan (setiap 6 bulan) berturut-turut hasil pemeriksaan baik, maka interval waktu pemantauan akan diperpanjang menjadi setiap 1-2 tahun sekali. Bila dalam 2 (dua) kali waktu pemantauan berikutnya (setiap 2 tahun) hasil pemeriksaan tetap baik, maka pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pemantauan kembali setiap 5 tahun sekali;
g.      Bila dosis kumulatif telah mencapai 1 (satu) Curie, tetapi kadar tiroglobulin terstimulasi tetap tinggi (dengan kadar TSH tinggi dan antibodi anti-tiroglobulin negatif), maka penderita dinyatakan gagal dengan terapi NaI-131 dan perlu diberikan cara terapi yang lain.


VI. REFERENSI
1.      Meier DA, Brill DR, Becker DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD, et al. Procedure guideline for therapy of thyroid disease with Iodine-131. J Nucl Med 2002; 43: 856-861.
2.      Masjhur JS, Kartamihardja AHS. Buku Pedoman Tatalaksana Diagnostik dan Terapi Kedokteran Nukir. Rumah Sakit Hasan Sadikin/Bagian Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung.
3.      Cooper DS, Doherty GM, Haugen BR, Kloos RT, Lee SL, Mandel SJ, et al. ATA (American Thyroid Association) Management Guidelines for Patients with Thyroid Nodules and Differentiated Thyroid Cancer. Thyroid  2009;19:1167-99.
4.      Bahn RS, Burch HB, Cooper DS, Garber JR, Greenlee MC, Klein I. Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: Management guidelines of the American Thyroid Association and American Association of Clinical Endocrinologists. Endocr Pract. 2011;17(3).


Artikel Terkait

0 comments

Post a Comment

Cancel Reply