I. TUJUAN
Pedoman ini bertujuan untuk membantu klinisi dalam merawat
pasien dengan penyakit tiroid baik itu untuk penyakit tiroid yang jinak maupun
yang ganas, terutama untuk pedoman bagi spesialis kedokteran nuklir dalam
memberikan terapi iodium radioaktif (NaI-131). Di dalam pedoman ini
juga akan dibahas mengenai penilaian pasien dengan penyakit tiroid yang akan
diberikan terapi NaI-131, tatalaksana pemberian terapi NaI-131, dan pemahaman
tentang akibat yang dapat ditimbulkan dari pemberian terapi NaI-131.
II. LATAR
BELAKANG
Iodium radioaktif, dalam hal ini I-131, mempunyai perangai
biokimia yang sama dengan iodium stabil/non-radioaktif (I-127), yaitu hampir
seluruhnya akan ditangkap (uptake) dan diakumulasi di kelenjar tiroid.
Iodium radioaktif memiliki sifat fisik yang mampu memancarkan sinar beta dan
gamma. Melalui sinar gamma yang dipancarkan, I-131 dapat digunakan untuk
pencitraan (imaging) kelenjar tiroid. Sedangkan sinar beta dapat
digunakan untuk terapi karena kemampuannya mengablasi sel-sel folikel tiroid
yang fungsional.
Iodida merupakan bahan baku pembentukan hormon tiroid yang dalam
proses pembentukannya akan menjalani 2 tahapan penting, yaitutrapping (pengumpulan)
dan organifikasi. Kemampuan jaringan tiroid dalam menangkap (uptake)
iodida tersebut menggambarkan kinetikanya dalam kelenjar tiroid, dan secara
tidak langsung menggambarkan pula fungsi dari kelenjar tiroid tersebut.
Terapi penyakit tiroid jinak maupun ganas dengan I-131 merupakan
modalitas yang telah digunakan secara luas sejak tahun 1940-an. Energi radiasi
dari sinar beta yang dimiliki oleh I-131 akan mengablasi jaringan tiroid
fungsional sehingga diharapkan produksi hormon tiroid dan ukuran dari kelenjar
tiroid akan berkurang. Yang dimaksud dengan penyakit tiroid jinak adalah
hipertiroidi dan struma multinodosa atau struma difusa non-toksik. Di Amerika
Serikat terapi NaI-131 merupakan terapi pilihan pertama untuk pasien dengan
hipertiroidi; namun di Eropa dan Jepang terapi NaI-131 baru dilakukan apabila
terjadi kegagalan dengan obat anti-tiroid (OAT).
Penyakit keganasan tiroid yang dapat diberikan terapi NaI-131
adalah karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (KTB). KTB merupakan keganasan
yang berasal dari jaringan epitel folikel tiroid dan masih dapat mensintesis
tiroglobulin dan mengakumulasi iodium. KTB dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan
histopatologis yaitu folikuler, papilifer, dan campuran. Terapi utama dari KTB
adalah tiroidektomi total, dilanjutkan dengan terapi adjuvan yaitu ablasi
menggunakan NaI-131 dan terapi supresi hormon tiroid. Kombinasi tiroidektomi
total, ablasi dengan NaI-131, dan supresi dengan hormon tiroid terbukti dapat
menurunkan angka kekambuhan dan meningkatkan angka harapan hidup dari
penderitan dengan KTB. Terapi NaI-131 pada KTB diberikan berdasarkan pada
stratifikasi risiko.
Dokter yang bertanggung jawab dalam memberikan terapi pada
pasien dengan penyakit tiroid tersebut harus dapat memahami patofisiologi
klinis dan proses penyakitnya serta harus dapat bekerja sama dengan dokter
spesialis lain yang terlibat dalam penatalaksanaan pasien tersebut. Di Amerika
Serikat, dokter yang dapat memberikan terapi NaI-131 adalah dokter spesialis
kedokteran nuklir, radiologi, radioterapi, atau dokter yang memiliki sertifikat
pelatihan dan kompetensi serta pengalaman dalam melakukan pemberian terapi
NaI-131 secara aman. Di Eropa, dokter yang dapat memberikan terapi NaI-131
adalah dokter spesialis kedokteran nuklir atau radioterapi. Di Indonesia,
berdasarkan permenkes No.008 tahun 2009, dokter yang dapat memberikan terapi
NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir.
Izin kepemilikan NaI-131 dan peraturan mengenai batas paparan
radiasi pada pasien yang diberikan terapi NaI-131 bervariasi antar negara.
Dokter yang memberikan terapi NaI-131 haruslah mengetahui dan mematuhi semua
hukum dan peraturan yang ada di negara tersebut.
Fasilitas tempat pemberian terapi NaI-131 harus memiliki
personil paramedis yang berkompeten, peralatan keselamatan radiasi, dan
prosedur mengenai penanganan sampah dan limbah radiasi, pengawasan staf
personil terhadap risiko kecelakaan kontaminasi, dan pengaturan dari pencemaran
udara dari NaI-131.
III. DEFINISI
· I-131
adalah suatu radionuklida yang memancarkan partikel beta dengan waktu paruh 8.1
hari, dan juga memiliki energi sinar gamma sebesar 364 KeV dan energi maksimum
dari partikel beta sebesar 0.61 MeV, dan jarak penetrasi terhadap jaringan
berkisar 0.8 mm.
· Terapi
iodium radioaktif adalah pemberian NaI-131 (I-131 disenyawakan dengan Na)
secara oral.
· Penyakit
tiroid jinak adalah Graves (struma difusa toksik), struma nodusa/multinodosa
toksik dan nontoksik, dan nodul tiroid otonom (NTO) toksik maupun nontoksik.
· Penyakit
tiroid ganas adalah karsinoma tiroid berdiferensiasi yang mampu mensintesis
tiroglobulin dan menangkap NaI-131.
IV. INDIKASI
dan KONTRAINDIKASI TERAPI NaI-131
A. INDIKASI
1. Penyakit
tiroid jinak
· Hipertiroidi;
· Nodul
tiroid otonom (NTO), toksik atau non-toksik;
· Struma
multinodosa nontoksik.
2. Keganasan
tiroid
· Terapi
adjuvan karsinoma tiroid berdiferensiasi pasca-tiroidektomi total;
· Metastasis
karsinoma tiroid berdiferensiasi pasca-tiroidektomi total.
B. KONTRAINDIKASI
Terapi NaI-131 tidak boleh diberikan pada penderita yang sedang
hamil dan menyusui.
A. TATALAKSANA
A. Persiapan
Pasien
1. Untuk
semua penderita
a. Penderita harus
menghentikan konsumsi obat yang mengandung iodium, suplemen iodium, hormon
tiroid, dan obat lainnya yang berpotensi mempengaruhi penangkapan NaI-131 di
jaringan tiroid dalam waktu yang telah ditentukan. (lihat lampiran tabel 1);
b. Penderita diminta untuk
mengkonsumsi makanan rendah iodium selama 7 – 10 hari sebelum terapi NaI-131
untuk meningkatkan kemampuan jaringan tiroid menangkap NaI-131 (lihat lampiran
tabel 2);
c. Sebelum diberikan
terapi NaI-131, penderita diminta puasa minimal 6 – 8 jam untuk mengoptimalkan
penyerapan NaI-131 di dalam saluran cerna dan baru boleh makan satu
jam setelah pemberian NaI-131;
d. Sebelum diberikan terapi
NaI-131, penderita wanita usia produktif harus yakin bahwa dia sedang tidak
hamil; bila perlu dilakukan tes kehamilan;
e. Dokter yang
memberikan NaI-131 harus memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya
mengenai prosedur, pengobatan, hasil yang diharapkan dari terapi NaI-131 dan
efek samping yang mungkin terjadi.
f. Surat persetujuan (informed
consent) harus ditandatangani pasien sebelum pemberian terapi NaI-131.
2. Untuk
penderita penyakit tiroid jinak
a. Hasil pemeriksaan
kadar hormon tiroid (T4 bebas dan T3 bebas) dan thyroid stimulating
hormone (TSH) yang terkini harus tersedia.
b. Kemampuan penangkapan
NaI-131 oleh kelenjar tiroid diketahui melalui pemeriksaan radioiodine
uptake (RAIU), atau secara kualitatif melalui pemeriksaan sidik
tiroid. Pemeriksaan ini akan membedakan antara hipertiroidi dari penyebab
tirotoksikosis lainnya.
c. Pada keadaan
tertentu, misalnya pada penderita berusia lanjut, penyakit kardiovaskuler, struma
multinodosa yang besar dan mendapat terapi NaI-131 dalam dosis tinggi, atau
penyakit sistemik berat lainnya, maka pemberian OAT pre-terapi NaI-131 dapat
diberikan untuk menurunkan kadar hormon tiroid.
d. OAT dihentikan paling
kurang 5 hari sebelum pemberian terapi NaI-131 dan dapat dilanjutkan kembali 5
hari sesudahnya.
e. Obat penyekat beta (beta-blocker)
dapat diberikan untuk mengendalikan gejala hipertiroidi; obat penyekat beta ini
tidak perlu dihentikan pada saat pemberian terapi NaI-131.
f. Surat persetujuan (informed
consent) harus menjelaskan hal-hal di bawah ini:
· Kemungkinan
diperlukan pemberian terapi NaI-131 lebih dari 1 kali
· Kemungkinan
terjadinya hipotiroidi setelah terapi NaI-131 yang memerlukan pengobatan dengan
hormon tiroid seumur hidup sebagai pengganti.
· Kemungkinan
timbulnya atau perburukan dari oftalpmopati.
· Kemungkinan
terjadinya rasa tidak nyaman di leher yang bersifat sementara atau perburukan
gejala hipertiroidi (walaupun sangat jarang) yang disebabkan oleh tiroiditis
akibat radiasi.
3. Untuk
penderita keganasan tiroid
a. Sebelum terapi
NaI-131, konsumsi hormon tiroid terlebih dahulu harus dihentikan selama 4–6
minggu (atau bila mengkonsumsi T3 cukup dihentikan selama 2 minggu), tujuannya
untuk meningkatkan kadar serum TSH menjadi > 30 uIU/mL. Peningkatan kadar
serum TSH tidak akan terjadi bila volume sisa jaringan tiroid fungsional masih
cukup besar;
b. Penghentian konsumsi
hormon tiroid tidak perlu dilakukan bila diberikan recombinant human
TSH (rhTSH), sehingga hipotiroidi dapat dicegah;
c. Foto rontgen thoraks
dan pemeriksaan darah rutin serta hitung jenis perlu dilakukan sebelum
pemberian terapi NaI-131. Foto rontgen thoraks diperlukan untuk mengetahui
terjadinya metastasis yang terjadi di paru, sedangkan pemeriksaan darah rutin
dan hitung jenis diperlukan untuk mengetahui terjadi supresi hematologi di
sumsum tulang;
d. Hasil pemeriksaan TSH yang
terkini dan laporan operasi serta hasil histopatologi harus tersedia pada
penderita pasca-tiroidektomi total;
e. Parameter yang
digunakan untuk menilai keberhasilan terapi NaI-131 pada penderita karsinoma
tiroid berdiferensiasi adalah kadar tiroglobulin serum dengan syarat antibodi
antitiroglobulin negatif, para pakar umumnya sepakat kadar tiroglobulin > 3
ng/dL menunjukkan masih adanya sisa jaringan tiroid atau metastasis yang
fungsional.
f. Pemantauan setelah
terapi (operasi maupun ablasi dengan NaI-131) untuk mendeteksi sisa jaringan
tiroid atau metastasis atau kekambuhan melalui pencitraan NaI-131 diagnostik
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan efek stunning pada
jaringan tiroid, yang akan menyebabkan resistensi terhadap pemberian terapi
NaI-131 berikutnya; sebagai alternatif dapat digunakan radiofarmaka lainnya
(seperti: Tc-99m MIBI, dll) atau pencitraan dengan menggunakan PET FDG;
g. Surat persetujuan (informed
consent) harus menjelaskan hal-hal dibawah ini:
· Tujuan
pemberian terapi NaI-131 adalah untuk menghancurkan sisa jaringan tiroid
fungsional dan keganasan tiroid.
· Kemungkinan
diperlukan pemberian terapi NaI-131 lebih dari 1 kali
· Efek
samping dapat termasuk mual, terkadang hingga muntah, nyeri di kelenjar saliva,
berkurangnya cairan saliva dan kemampuan mengecap, nyeri dan bengkak pada leher
bila jumlah sisa jaringan tiroid masih banyak, dan penurunan sel darah putih
yang mengakibatkan peningkatan risiko terjadinya infeksi; efek samping tersebut
bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.
B. Pemberian
terapi NaI-131
1. Untuk
semua penderita
a. Dokter yang merawat
harus mendapatkan riwayat kesehatan penderita yang berhubungan dengan penyakit
tiroid dan melaksanakan pemeriksaan fisik secara langsung;
b. Dosis kumulatif dari
NaI-131 yang telah diberikan kepada penderita harus dicatat ke dalam rekam
medis;
c. Dokter yang merawat
harus memastikan bahwa pemeriksaan laboratorium yang tepat telah dilaksanakan
dan dianalisa;
d. Identitas penderita harus
dicatat dengan benar untuk menghindari kesalahan, hal ini disesuaikan dengan
kebijakan di rumah sakit tersebut.
e. Terapi dengan
NaI-131 dapat diberikan dalam bentuk cairan atau di dalam kapsul, namun dosis
aktivitas tetap harus dipastikan sebelum diberikan kepada penderita. Apabila
diberikan dalam bentuk cairan maka harus dilakukan tindakan untuk mengurangi
penguapan selama proses persiapan radiofarmaka dengan cara menyediakan sistim
penyaring yang baik dan segera diberikan kepada penderita;
f. Dosimetri radiasi
untuk pasien dewasa dapat dilihat pada lampiran tabel 3 dan 4.
2. Pemilihan
dosis untuk penderita hipertiroidi
Berbagai metode dalam
menentukan dosis aktivitas NaI-131 telah digunakan pada penderita dengan
hipertiroidi. Metode yang sering digunakan di Amerika Serikat adalah
menggunakan perkiraan ukuran kelenjar tiroid dan hasil RAIU 24 jam untuk
menghitung jumlah aktivitas NaI-131 yang diinginkan di kelenjar tiroid.
Aktivitas NaI-131 yang diinginkan adalah 2.96 – 7.4 MBq (8 - 200 uCi)/gram
jaringan tiroid. Dosis radiasi di kelenjar tiroid dipengaruhi oleh RAIU serta
waktu paruh biologis dan efektif dari NaI-131. Waktu paruh biologis ini sangat
bervariasi. Batas atas dosis aktivitas di kelenjar tiroid (7.4 MBq/gram [200
uCi/gram]) dapat digunakan untuk penderita dengan struma nodosa, struma difusa
toksik berukuran sangat besar, dan pemberian ulang terapi. Di Eropa dan
Indonesia, dosis NaI-131 yang diberikan berdasarkan dosis empiris (185 - 555
MBq [5 – 15 mCi]).
3. Pemilihan
dosis untuk penderita keganasan tiroid
a. Berbagai metode
telah digunakan untuk menentukan dosis aktivitas NaI-131 untuk penderita dengan
keganasan tiroid, diantaranya adalah:
· Untuk
ablasi sisa jaringan tiroid pasca-operasi, aktivitas NaI-31 yang dapat
diberikan berkisar antara 2.75 – 5.5 GBq (75-150 mCi) tergantung dari RAIU dan
jumlah sisa jaringan tiroid.
· Untuk terapi
sisa keganasan tiroid dan metastasis kelenjar getah bening di leher dan
mediastinum, aktivitas NaI-131 yang dapat diberikan berkisar antara 5.55 – 7.4
GBq (150 – 200 mCi).
· Untuk
terapi metastasis jauh, aktivitas NaI-131 yang dapat diberikan biasanya >
7.4 GBq (> 200 mCi).
· Dosis
radiasi terhadap sumsum tulang membatasi pemberian NaI-131; beberapa ahli
menyarankan paparan radiasi terhadap sumsum tulang tidak melebihi 200 rad.
Dosimetri yang lebih tepat diperlukan pada penderita yang akan mendapat terapi
NaI-131 dalam dosis yang sangat besar;
· Untuk
mengurangi toksisitas, retensi NaI-131 di dalam tubuh pada 48 jam pasca
pemberian harus < 4.44 GBq (120 mCi) atau < 2.96 GBq (80 mCi) jika
terdapat metastasis paru yang difus;
· Dosis
kumulatif maksimal dari NaI-131 yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 (satu)
Curie (Ci).
b. Pemberian lithium karbonat
secara oral dapat memperpanjang waktu paruh biologis dari NaI-131 dan dapat
berguna pada penderita yang memiliki metabolisme iodium yang cepat;
c. Penderita harus
banyak minum selama beberapa hari (untuk meningkatkan frekuensi dan volume
berkemih) dan peningkatan aliran kelenjar saliva (dengan menggunakan permen
asam) dapat membantu mengurangi paparan radiasi di kandung kemih dan kelenjar
saliva. Penderita disarankan untuk buang air besar minimal 1 kali dalam sehari
untuk mengurangi paparan radiasi di dalam usus besar, yang dapat dilakukan
dengan memberikan pencahar.
d. Paling tidak 1 minggu
setelah pemberian terapi NaI-131 harus dilakukan pencitraan untuk tujuan staging.
C. Perawatan
untuk penderita keganasan tiroid
1. Penderita harus
menghindari bertemu dengan orang lain untuk mengurangi paparan radiasi yang
tidak perlu kepada mereka sehingga penderita perlu dirawat isolasi; instruksi
tertulis perlu diberikan kepada pasien.
2. Setelah mendapat terapi
NaI-131, penderita tidak boleh hamil selama paling kurang 6 bulan (penderita
hipertiroidi) dan 12 bulan (penderita KTB);
3. Jika penderita harus
dirawat inap (isolasi), staf keperawatan harus dapat menjalankan prosedur
keselamatan radiasi dengan baik. Staf keperawatan yang terlatih harus
dilengkapi dengan alat pemantau radiasi yang baik (film badge, dosimeter,
dll);
4. Penderita diperkenankan
pulang bila paparan radiasi sudah dalam batas yang aman (< 1 mrad/jam/m);
5. Setiap penyakit penyerta
lain harus dicatat dan perencanaan untuk penanganan kasus kedaruratan pada saat
perawatan (isolasi) harus disiapkan. Pada keadaan darurat, penanganan
kedaruratan harus diprioritaskan terlebih dahulu sebelum masalah mengenai
paparan radiasi;
6. Pemantauan radiasi harus
dilakukan secara rutin oleh dokter yang merawat;
7. Laporan untuk dokter
pengirim perlu dibuat dengan mencantumkan prosedur pemberian terapi NaI-131,
data riwayat penderita yang penting, hasil pemeriksaan fisik, hasil
laboratorium, saran mengenai terapi supresi hormon tiroid dan pemeriksaan untuk
pemantauan pasca-terapi NaI-131 serta menjelaskan bahwa informed
consent telah diperoleh sebelum pemberian terapi NaI-131.
8. Satu minggu setelah
pemberian terapi NaI-131, penderita diberikan terapi supresi hormon tiroid
dengan dosis awal 100 mikrogram per hari, dan penyesuaian dosis hormon tiroid
berdasarkan pemeriksaan kadar TSH 1 bulan kemudian.
V. PEMANTAUAN
1. Untuk
penderita dengan hipertiroidi
Efek samping yang
mungkin dapat terjadi pada penderita hipertiroidi setelah terapi dengan NaI-131
antara lain adalah:
a. Eksaserbasi
tirotoksikosis yang jarang terjadi (biasanya terjadi dalam satu minggu setelah
terapi);
b. Pembengkakan
di daerah tiroid dan mulut kering (biasanya ringan dan dapat hilang sendiri);
c. Hipotiroidi
sementara (biasanya 3-6 bulan pasca pengobatan);
d. Hipotiroidi
menetap (dipantau dengan menentukan kadar serum TSH dan free T4
secara periodik 3-6 bulan sekali);
e. Bila
dalam 3-6 bulan belum menunjukan adanya perbaikan secara klinis maupun hasil
laboratorium, terapi dengan NaI-131 dapat diulang kembali.
2. Untuk
pasien dengan keganasan tiroid
a. Pemeriksaan
kadar TSH, tiroglobulin, dan antibodi anti-tiroglobulin serta ultrasonografi (USG)
leher dilakukan setiap 6 bulan sekali. Pemeriksaan dilakukan dengan sebelumnya
menghentikan pemberian terapi supresi hormon tiroid selama 4 – 6 minggu dengan
tujuan meningkatkan kadar serum TSH 10 kali dari batas atas nilai normal (>
30 uIU/ml);
b. Bila
kadar TSH > 30 uIU/L dan kadar tiroglobulin < 3 ng/dL serta
titer antibodi anti-tiroglobulin negatif, maka ini menunjukkan tidak ada lagi
sisa jaringan tiroid fungsional atau metastasis; akan tetapi bila kadar
tiroglobulin > 3 ng/dL serta antibodi anti-tiroglobulin positif, maka perlu
dilakukan pencitraan NaI-131 diagnostik untuk mendeteksi lokasi dari
keganasan;
c. Bila
pencitraan NaI-131 diagnostik positif, kadar TSH dan tiroglobulin tinggi (>
3 ng/dL), maka penderita diberikan lagi terapi NaI-131 dengan dosis 5.55 – 7.4
GBq (150 - 200 mCi) dan dirawat di kamar isolasi;
d. Penderita
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan yang sama setiap 6 bulan sekali sampai
dinyatakan ” bersih” dengan kadar tiroglobulin terstimulasi < 3
ng/dl (TSH > 30 uIU/L) dan antibodi anti-tiroglobulin negatif.
e. Bila
kadar serum tiroglobulin terstimulasi tetap tinggi, walaupun pencitraan NaI-131
negatif, merupakan indikasi untuk melanjutkan terapi NaI-131. Dosis NaI-131
kumulatif maksimal yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 (satu) Curie.
f. Bila
dalam 2 kali waktu pemantauan (setiap 6 bulan) berturut-turut hasil pemeriksaan
baik, maka interval waktu pemantauan akan diperpanjang menjadi setiap 1-2 tahun
sekali. Bila dalam 2 (dua) kali waktu pemantauan berikutnya (setiap 2 tahun)
hasil pemeriksaan tetap baik, maka pasien dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan pemantauan kembali setiap 5 tahun sekali;
g. Bila
dosis kumulatif telah mencapai 1 (satu) Curie, tetapi kadar tiroglobulin
terstimulasi tetap tinggi (dengan kadar TSH tinggi dan antibodi
anti-tiroglobulin negatif), maka penderita dinyatakan gagal dengan terapi
NaI-131 dan perlu diberikan cara terapi yang lain.
VI. REFERENSI
1. Meier DA, Brill DR, Becker
DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD, et al. Procedure guideline for
therapy of thyroid disease with Iodine-131. J Nucl Med 2002; 43: 856-861.
2. Masjhur JS, Kartamihardja
AHS. Buku Pedoman Tatalaksana Diagnostik dan Terapi Kedokteran Nukir. Rumah
Sakit Hasan Sadikin/Bagian Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran. Bandung.
3. Cooper
DS, Doherty GM, Haugen BR, Kloos RT, Lee SL, Mandel SJ, et al. ATA (American
Thyroid Association) Management Guidelines for Patients with Thyroid Nodules
and Differentiated Thyroid Cancer. Thyroid 2009;19:1167-99.
4. Bahn
RS, Burch HB, Cooper DS, Garber JR, Greenlee MC, Klein I. Hyperthyroidism and
other causes of thyrotoxicosis: Management guidelines of the American Thyroid
Association and American Association of Clinical Endocrinologists. Endocr
Pract. 2011;17(3).
0 comments
Post a Comment