Leptospira interoogans
Klasifikasi
Kingdom : Monera
Phylum
: Spirochaetes
Class
: Spirochaetes
Order
: Spirochaetales
Family
:
Leptospiraceae
Genus
:
Leptospira
Species : Leptospira interoogans
Karakteristik
Ciri-ciri bakteri Leptospira antara lain
berbentuk spiral, dapat hidup di air tawar selama satu bulan, bersifat patogen
dan saprofitik. Spesies Leptospira yang mampu menyebabkan penyakit (patogen)
bagi manusia adalah Leptospira interrogans.
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen
berbentuk spiral termasuk genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo
spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan
berkembang pelan secara anaerob. Setiap spesies leptospira terbagi menjadi
puluhan serogrup dan terbagi lagi menjadi puluhan, bahkan ratusan serovar. Saat
ini, Leptospira interrogans yang bersifat patogen telah dikenal lebih dari 200
serovar. Jasad renik ini biasanya hidup di dalam ginjal host dan dikeluarkan
melalui air kencing (urin) saat berkemih. Host tersebut antara lain tikus,
babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, kelelawar, tupai dan landak. Tikus
sering menjadi host bagi berbagai serovar leptospira. Akan tetapi,
Leptospirosis akan mati apabila masuk ke air laut, selokan, dan air kemih
manusia.
Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160
spesies mamalia diantaranya adalah tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu,
dan mamalia lainnya. Resevoar paling utama adalah binatang pengerat dan tikus
adalah yang paling sering ditemukan di seluruh belahan dunia. Di Amerika yang
paling utama adalah anjing, ternak, tikus, binatang buas dan kucing.
Penularan
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus,
babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan
tupai. Di Indonesia, penularan paling sering melalui binatang tikus. Air
kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui:
permukaan kulit yang terluka, selaput lender mata dan hidung. Bisa juga melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi setitik urine tikus yang terinfeksi
leptospira, kemudian dimakan dan diminum manusia. Urine tikus yang mengandung
bibit penyakit leptospirosis dapat mencemari air di kamar mandi atau makanan
yang tidak disimpan pada tempat yang aman.
Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan
sekaligus penyebar utama
penyebab leptospirosis. Beberapa jenis hewan lain seperti sapi,
kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang leptospirosis, tetapi
potensi hewan-hewan ini menularkan leptospirosis ke manusia tidak sehebat
tikus.
Leptospirosis tidak menular langsung dari
pasien ke pasien. Masa inkubasi leptospirosis adalah dua hingga 26 hari. Sekali
berada di aliran darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dan
mengakibatkan gangguan khususnya hati dan ginjal. Saat kuman masuk ke ginjal
akan melakukan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen
menyebabkan nefritis interstitial dan nekrosis tubular. Ketika berlanjut
menjadi gagal ginjal biasanya disebabkan karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena
dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Gangguan hati tampak nekrosis
sentrilobular dengan proliferasi sel Kupffer, ikterus terjadi karena disfunsi
hepatocellular. Leptospira juga dapat menginvasi otot skletal menyebabkan
edema, vacuolisasi miofibril, dan nekrosis focal. Muscular Gangguan sirkulasi
mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan
kebocoran cairan dan hipovolemi sirkulasi. Dalam kasus berat “disseminated
vasculitic syndrome” akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler. Gangguan
paru adalah meknisme sekunder kerusakan pada alveolar and vaskular interstitial
yang mengakibatkan hemoptu. Leptospira juga dapat menginvasi humor akuos mata
yang dapat menetap dalam beberapa bulan, seringkali mengakibatkan uveitus
kronis dan berulang. Meskipun kemungkinan dapat terjadi komplikasi yang berat
tettapi lebih sering terjadi self limiting disease dan tidak fatal. Sejauh ini,
respon imun siostemik dapat mengeliminasi kuman dari tubuh, tetapi dapat memicu
reaksi gejala inflamasi yang dapat mengakibatkan “secondary end-organ injury”.
Gejala
Infeksi leptospirosis mempunyai
manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang asimtomatis (tanpa gejala),
sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir 15-40% penderita yang terpapar
infeksi tidak mengalami gejala tetapi menunjukkan. serologi positif.
Pada leptospirosis umumnya terdapat riwayat
terpapar hewan terinfeksi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Masa
inkubasi berlangsung selama 7-12 hari, disusul fase leptospiremia selama 4-7
hari. Pada fase ini dijumpai gejala mirip flu (Flu Like Syndrome) berupa demam,
menggigil, sakit kepala hebat, mual, muntah, nyeri otot (terutama betis,
pinggang, atau punggung belakang). Kadang-kadang nyeri tenggorokan dan terdapat
gejala paru berupa batuk, nyeri dada, maupun hemoptisis (batuk darah). Kemudian
setelah fase ini, pasien masuk kedalam fase bebas / asimptomatik (gejala
hilang) selama 2 hari. Lalu kemudian gejala akan muncul kembali, dan penderita
masuk ke dalam fase imun, dimana telah timbul antibody, dan leptospira tidak
ada di darah tetapi ada di ginjal, urine, dan aqueous humor. Fase ini biasanya
berlangsung selama 4-30 hari, dimana gejalanya mirip fase awal, namun biasanya
demam tidak setinggi fase awal, juga nyeri otot tak seberat fase pertama. Pada
fase ini dapat dijumpai meningitis, uveitis, gangguan fungsi hati dan ginjal,
serta kelainan di paru-paru.
Terdapat varian leptospirosis yang lebih
berat, yang biasanya disebut Weil Syndrome. Gejalanya adalah leptospirosis
ditambah ikterus (mata kuning), perdarahan, gangguan jantung, paru, dan
neurologik, serta mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Penyebabnya adalah
infeksi leptospiraserovarian icterohemoragika / copenhagoni.
Pada permulaan, penyakit berjalan seperti biasa, namun setelah 4-9 hari timbul
ikterus, disfungsi hati dan ginjal, ikterus berwarna kemerahan (rubinic
jaundice) dan memberi warna oranye pada kulit, kencing warna gelap,
hepatomegali (pembesaran hati), peningkatan bilirubin dan alkali fosfatase,
serta peningkatan ringan SGOT dan SGPT. Gangguan fungsi ginjal biasanya
berlangsung pada minggu kedua, yang timbul sebagian akibat hipovolemia, dan
penurunan perfusi ginjal yang kadang-kadang sampai memerlukan dialisis (cuci
darah). Namun bila penyebab sudah teratasi, fungsi ginjal dapat pulih kembali.
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan
mengetahui sejauh mana gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.
1. Isolasi (pengambilan) kuman leptospira dari jaringan lunak
atau cairan tubuh
penderita adalah standar kriteria baku. Urin adalah cairan tubuh
yang palih baik untuk diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urin
sejak gejala awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke-3. Cairan tubuh
lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF)
tetapi rentang peluang untuk ditemukan isolasi kuman sangat pendek
2. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi
penemuan kuman
leptospira. Isolasi leptospira cenderung lebih sulit dan membutuhkan waktu
diantaranya dalam hal referensi laboratorium dan membutuhkan waktu beberapa
bulan untuk melengkapi identifikasi tersebut.
3. Spesimen serum akut dan serum konvalesen
dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis. Tetapi, konfirmasi diagnosis ini
lambat karena serum akut diambil saat 1-2 minggu setelah gejala awal timbul dan
serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi antileptospira
diperiksa menggunakan microscopic agglutination test(MAT).
4. Metoda laboratorium cepat dapat merupakan
diagnosis yang cukup baik. Titer MAT tunggal sebesar 1:800 pada sera atau
identifikasi spiroseta pada mikroskopi lapang gelap bila dikaitkan dengan
manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.
Pengobatan
Pengobatan awal memegang peranan penting;
penggunaan pencilin dan streptomisin dianjurkan. Pengobatan tidak berguna bila
terjadi kerusakan pada ginjal. Streptomisin pada dosis yang tinggi dapat
mencegah “carrier”.
Pencegahan
Bila leptospirosis merupakan wabah maka pencegahan utama yang dilakukan adalah
pengendalian tikus dan pencemaran air. Leptospira dapat bertahan dalam air yang
bersifat basa selama beberapa hari, namun hanya dapat bertahan dalam sampah
selama 12 jam; mikroorganisme ini sangat peka terhadap kering dan panas.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. Perlindungan yang
ditimbulkan kira-kira satu tahun.
0 comments
Post a Comment